Konsep Teknologi Pembelajaran
Latar Belakang Sejarah dan Teknologi Pembelajaran
Teknologi
Pembelajaran tumbuh dari praktek pendidikan dan gerakan komunikasi
audio visual. Teknologi Pembelajaran semula dilihat sebagai teknologi
peralatan, yang berkaitan dengan penggunaan peralatan, media dan sarana
untuk mencapai tujuan pendidikan atau dengan kata lain mengajar dengan
alat bantu audio-visual. Teknologi Pembelajaran merupakan gabungan dari
tiga aliran yang saling berkepentingan, yaitu media dalam pendidikan,
psikologi pembelajaran dan pendekatan sistem dalam pendidikan.
Adalah Edgar Dale dan
James Finn merupakan dua tokoh yang berjasa dalam pengembangan Teknologi
Pembelajaran modern. Edgar Dale mengemukakan tentang Kerucut Pengalaman
(Cone of Experience) sebagaimana tampak dalam gambar 1 berikut ini :
Gambar 1. Kerucut Pengalaman Dale
Dari gambar tersebut
dapat kita lihat rentangan tingkat pengalaman dari yang bersifat
langsung hingga ke pengalaman melalui simbol-simbol komunikasi, yang
merentang dari yang bersifat kongkrit ke abstrak, dan tentunya
memberikan implikasi tertentu terhadap pemilihan metode dan bahan
pembelajaran, khususnya dalam pengembangan Teknologi Pembelajaran
Pemikiran Edgar Dale
tentang Kerucut Pengalaman (Cone of Experience) ini merupakan upaya awal
untuk memberikan alasan atau dasar tentang keterkaitan antara teori
belajar dengan komunikasi audiovisual. Kerucut Pengalaman Dale telah
menyatukan teori pendidikan John Dewey (salah satu tokoh aliran
progresivisme) dengan gagasan – gagasan dalam bidang psikologi yang
tengah populer pada masa itu.
Sedangkan, James Finn
seorang mahasiswa tingkat doktoral dari Edgar Dale berjasa dalam
mengusulkan bidang komunikasi audio-visual menjadi Teknologi
Pembelajaran yang kemudian berkembang hingga saat ini menjadi suatu
profesi tersendiri, dengan didukung oleh penelitian, teori dan teknik
tersendiri. Gagasan Finn mengenai terintegrasinya sistem dan proses
mampu mencakup dan memperluas gagasan Edgar Dale tentang keterkaitan
antara bahan dengan proses pembelajaran..
Definisi Teknologi Pembelajaran
Rumusan tentang
pengertian Teknologi Pembelajaran telah mengalami beberapa perubahan,
sejalan dengan sejarah dan perkembangan dari teknologi pembelajaran itu
sendiri. Di bawah ini dikemukakan beberapa definisi tentang Teknologi
Pembelajaran yang memiliki pengaruh terhadap perkembangan Teknologi
Pembelajaran.
Definisi Association for Educational Communications Technology (AECT) 1963
“ Komunikasi
audio-visual adalah cabang dari teori dan praktek pendidikan yang
terutama berkepentingan dengan mendesain, dan menggunakan pesan guna
mengendalikan proses belajar, mencakup kegiatan : (a) mempelajari
kelemahan dan kelebihan suatu pesan dalam proses belajar; (b)
penstrukturan dan sistematisasi oleh orang maupun instrumen dalam
lingkungan pendidikan, meliputi : perencanaan, produksi, pemilihan,
manajemen dan pemanfaatan dari komponen maupun keseluruhan sistem
pembelajaran. Tujuan praktisnya adalah pemanfaatan tiap metode dan
medium komunikasi secara efektif untuk membantu pengembangan potensi
pembelajar secara maksimal.”
Meski masih menggunakan
istilah komunikasi audio-visual, definisi di atas telah menghasilkan
kerangka dasar bagi pengembangan Teknologi Pembelajaran berikutnya serta
dapat mendorong terjadinya peningkatan pembelajaran.
Definisi Commission on Instruction Technology (CIT) 1970
“Dalam pengertian yang
lebih umum, teknologi pembelajaran diartikan sebagai media yang lahir
sebagai akibat revolusi komunikasi yang dapat digunakan untuk keperluan
pembelajaran di samping guru, buku teks, dan papan tulis…..bagian yang
membentuk teknologi pembelajaran adalah televisi, film, OHP, komputer
dan bagian perangkat keras maupun lunak lainnya.”
“Teknologi Pembelajaran
merupakan usaha sistematik dalam merancang, melaksanakan, dan
mengevaluasi keseluruhan proses belajar untuk suatu tujuan khusus, serta
didasarkan pada penelitian tentang proses belajar dan komunikasi pada
manusia yang menggunakan kombinasi sumber manusia dan manusia agar
belajar dapat berlangsung efektif.”
Dengan mencantumkan
istilah tujuan khusus, tampaknya rumusan tersebut berusaha mengakomodir
pengaruh pemikiran B.F. Skinner (salah seorang tokoh Psikologi
Behaviorisme) dalam teknologi pembelajaran. Begitu juga, rumusan
tersebut memandang pentingnya penelitian tentang metode dan teknik yang
digunakan untuk mencapai tujuan khusus.
Definisi Silber 1970
“Teknologi Pembelajaran
adalah pengembangan (riset, desain, produksi, evaluasi,
dukungan-pasokan, pemanfaatan) komponen sistem pembelajaran (pesan,
orang, bahan, peralatan, teknik dan latar) serta pengelolaan usaha
pengembangan (organisasi dan personal) secara sistematik, dengan tujuan
untuk memecahkan masalah belajar”.
Definisi yang
dikemukakan oleh Kenneth Silber di atas menyebutkan istilah
pengembangan. Pada definisi sebelumnya yang dimaksud dengan pengembangan
lebih diartikan pada pengembangan potensi manusia. Dalam definisi
Silber, penggunaan istilah pengembangan memuat dua pengertian, disamping
berkaitan dengan pengembangan potensi manusia juga diartikan pula
sebagai pengembangan dari Teknologi Pembelajaran itu sendiri, yang
mencakup : perancangan, produksi, penggunaan dan penilaian teknologi
untuk pembelajaran.
Definisi MacKenzie dan Eraut 1971
“Teknologi Pendidikan merupakan studi sistematik mengenai cara bagaimana tujuan pendidikan dapat dicapai”
Definisi sebelumnya
meliputi istilah, “mesin”, instrumen” atau “media”, sedangkan dalam
definisi MacKenzie dan Eraut ini tidak menyebutkan perangkat lunak
maupun perangkat keras, tetapi lebih berorientasi pada proses.
Definisi AECT 1972
Pada tahun 1972, AECT berupaya merevisi defisini yang sudah ada (1963, 1970, 1971), dengan memberikan rumusan sebagai berikut :
“Teknologi Pendidikan
adalah suatu bidang yang berkepentingan dengan memfasilitasi belajar
pada manusia melalui usaha sistematik dalam : identifikasi,
pengembangan, pengorganisasian dan pemanfaatan berbagai macam sumber
belajar serta dengan pengelolaan atas keseluruhan proses tersebut”.
Definisi ini didasari
semangat untuk menetapkan komunikasi audio-visual sebagai suatu bidang
studi. Ketentuan ini mengembangkan gagasan bahwa teknologi pendidikan
merupakan suatu profesi.
Definisi AECT 1977
“Teknologi pendidikan
adalah proses kompleks yang terintegrasi meliputi orang, prosedur,
gagasan, sarana, dan organisasi untuk menganalisis masalah, merancang,
melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek
belajar pada manusia.
Definisi tahun 1977,
AECT berusaha mengidentifikasi sebagai suatu teori, bidang dan profesi.
Definisi sebelumnya, kecuali pada tahun 1963, tidak menekankan teknologi
pendidikan sebagai suatu teori.
Definisi AECT 1994
“ Teknologi
Pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan,
pemanfaatan, pengelolaan, serta evaluasi tentang proses dan sumber untuk
belajar.”
Meski dirumuskan dalam
kalimat yang lebih sederhana, definisi ini sesungguhnya mengandung makna
yang dalam. Definisi ini berupaya semakin memperkokoh teknologi
pembelajaran sebagai suatu bidang dan profesi, yang tentunya perlu
didukung oleh landasan teori dan praktek yang kokoh. Definisi ini juga
berusaha menyempurnakan wilayah atau kawasan bidang kegiatan dari
teknologi pembelajaran. Di samping itu, definisi ini berusaha menekankan
pentingnya proses dan produk.
Jika kita amati isi
kandungan definisi-definisi teknologi pembelajaran di atas, tampaknya
dari waktu ke waktu teknologi pemebelajaran mengalami proses
“metamorfosa” menuju penyempurnaan. Yang semula hanya dipandang sebagai
alat ke sistem yang lebih luas, dari hanya berorientasi pada praktek
menuju ke teori dan praktek, dari produk menuju ke proses dan produk,
dan akhirnya melalui perjalanan evolusionernya saat ini teknologi
pembelajaran telah menjadi sebuah bidang dan profesi.
Sejalan dengan
perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian
pesat, khususnya dalam bidang pendidikan, psikologi dan komunikasi maka
tidak mustahil ke depannya teknologi pembelajaran akan semakin terus
berkembang dan memperkokoh diri menjadi suatu disiplin ilmu dan profesi
yang dapat lebih jauh memberikan manfaat bagi pencapaian efektivitas dan
efisiensi pembelajaran.
Kendati demikian, harus
diakui bahwa perkembangan bidang dan profesi teknologi pembelajaran di
Indonesia hingga saat ini masih boleh dikatakan belum optimal, baik
dalam hal design, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, maupun
evaluasinya. Kiranya masih dibutuhkan usaha perjuangan yang
sungguh-sungguh dari semua pihak yang terkait dengan teknologi
pembelajaran, baik dari kalangan akademisi, peneliti maupun praktisi.
Kawasan Teknologi Pembelajaran
Definisi 1994,
dirumuskan berlandaskan lima bidang garapan dari Teknologi Pembelajaran,
yaitu : Desain, Pengembangan, Pemanfaatan, Pengelolaan dan Penilaian.
Kelima hal ini merupakan kawasan (domain) dari bidang Teknologi
Pembelajaran. Di bawah ini akan diuraikan kelima kawasan tersebut,
dengan sub kategori dan konsep yang terkait :
1. Kawasan Desain
Yang dimaksud dengan
desain disini adalah proses untuk menentukan kondisi belajar dengan
tujuan untuk menciptakan strategi dan produk. Kawasan desain bermula
dari gerakan psikologi pembelajaran, terutama diilhami dari pemikiran
B.F. Skinner (1954) tentang teori pembelajaran berprogram (programmed
instructions). Selanjutnya, pada tahun 1969 dari pemikiran Herbert Simon
yang membahas tentang preskriptif tentang desain turut memicu kajian
tentang desain. Pendirian pusat-pusat desain bahan pembelajaran dan
terprogram, seperti “Learning Resource and Development Center” pada
tahun 1960 semakin memperkuat kajian tentang desain. Dalam kurun waktu
tahun 1960-an dan 1970-an, Robert Glaser, selaku Direktur dari Learning
Resource and Development Center tersebut menulis dan berbicara tentang
desain pembelajaran sebagai inti dari Teknologi Pendidikan.
Aplikasi teori sistem
dalam pembelajaran melengkapi dasar psikologi pembelajaran tersebut.
Melalui James Finn dan Leonard Silvern, pendekatan sistem pembelajaran
secara bertahap mulai berkembang menjadi suatu metodologi dan mulai
memasukkan gagasan dari psikologi pembelajaran.
Perhatian terhadap
desain pesan pun berkembang selama akhir 1960-an dan pada awal 1970-an.
Kolaborasi Robert Gagne dengan Leslie Briggs telah menggabungkan
keahlian psikologi pembelajaran dengan bakat dalam desain sistem yang
membuat konsep desain pembelajaran menjadi semakin hidup.
Kawasan Desain paling
tidak meliputi empat cakupan utama dari teori dan praktek, yaitu : (1)
Desain Sistem Pembelajaran; (2) Desain Pesan; (3) Strategi Pembelajaran;
(4) Karakteristik Pembelajar.
Desain Sistem
Pembelajaran; yaitu prosedur yang terorganisasi, meliputi :
langkah-langkah : (a) penganalisaan (proses perumusan apa yang akan
dipelajari); (b) perancangan (proses penjabaran bagaimana cara
mempelajarinya); (c) pengembangan (proses penulisan dan pembuatan atau
produksi bahan-bahan pelajaran); (d) pelaksanaan/aplikasi (pemanfaatan
bahan dan strategi) dan (e) penilaian (proses penentuan ketepatan
pembelajaran).
Desain Sistem
Pembelajaran biasanya merupakan prosedur linier dan interaktif yang
menuntut kecermatan dan kemantapan. Agar dapat berfungsi sebagai alat
untuk saling mengontrol, semua langkah –langkah tersebut harus tuntas.
Dalam Desain Sistem Pembelajaran, proses sama pentingnya dengan produk,
sebab kepercayaan atas produk berlandaskan pada proses.
Desain Pesan; yaitu
perencanaan untuk merekayasa bentuk fisik dari pesan agar terjadi
komunikasi antara pengirim dan penerima, dengan memperhatikan
prinsip-prinsip perhatian, persepsi,dan daya tangkap. Fleming dan Levie
membatasi pesan pada pola-pola isyarat, atau simbol yang dapat
memodifikasi perilaku kognitif, afektif dan psikomotor. Desain pesan
berkaitan dengan hal-hal mikro, seperti : bahan visual, urutan, halaman
dan layar secara terpisah. Desain harus bersifat spesifik, baik tentang
media maupun tugas belajarnya. Hal ini mengandung makna bahwa
prinsip-prinsip desain pesan akan berbeda, bergantung pada jenis
medianya, apakah bersifat statis, dinamis atau kombinasi keduanya
(misalnya, suatu potret, film, atau grafik komputer). Juga apakah tugas
belajarnya tentang pembentukan konsep, pengembangan sikap, pengembangan
keterampilan, strategi belajar atau hafalan.
Strategi Pembelajaran;
yaitu spesifikasi untuk menyeleksi serta mengurutkan peristiwa belajar
atau kegiatan belajar dalam suatu pelajaran. Teori tentang strategi
pembelajaran meliputi situasi belajar dan komponen belajar/mengajar.
Seorang desainer menggunakan teori atau komponen strategi pembelajaran
sebagai prinsip teknologi pembelajaran. Dalam mengaplikasikan suatu
strategi pembelajaran bergantung pada situasi belajar, sifat materi dan
jenis belajar yang dikehendaki.
Karakteristik
Pembelajar, yaitu segi-segi latar belakang pengalaman pembelajar yang
mempengaruhi terhadap efektivitas proses belajarnya. Karaketeristik
pembelajar mencakup keadaan sosio-psiko-fisik pembelajar. Secara
psikologis, yang perlu mendapat perhatian dari karakteristik pembelajar
yaitu berkaitan dengan dengan kemampuannya (ability), baik yang bersifat
potensial maupun kecakapan nyata — dan kepribadiannya, seperti, sikap,
emosi, motivasi serta aspek-aspek kepribadian lainnya.
2. Kawasan Pengembangan
Pengembangan adalah
proses penterjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik, di
dalamnya meliputi : (1) teknologi cetak; (2) teknologi audio-visual; (3)
teknologi berbasis komputer; dan (4) teknologi terpadu.
Kawasan pengembangan
berakar pada produksi media. Melalui proses yang bertahun-tahun
perubahan dalam kemampuan media ini berakibat pada perubahan kawasan.
Walaupun perkembangan buku teks dan alat bantu pembelajaran yang lain
(teknologi cetak) mendahului film, namun pemunculan film merupakan
tonggak sejarah dari gerakan audio-visual ke era Teknologi Pembelajaran
sekarang ini. Pada 1930-an film mulai digunakan untuk kegiatan
pembelajaran (teknologi audio-visual). Selama Perang Dunia II, banyak
jenis bahan yang diproduksi terutama film untuk pelatihan militer.
Setelah perang, televisi sebagai media baru digunakan untuk kepentingan
pendidikan (teknologi audio-visual). Selama akhir tahun 1950- an dan
awal tahun 1960-an bahan pembelajaran berprograma mulai digunakan untuk
pembelajaran. Sekitar tahun 1970-an komputer mulai digunakan untuk
pembelajaran, dan permainan simulasi menjadi mode di sekolah. Selama
tahun 1098-an teori dan praktek di bidang pembelajaran yang berlandaskan
komputer berkembang seperti jamur dan sekitar tahun 1990-an multimedia
terpadu yang berlandaskan komputer merupakan dari kawasan ini.
Di dalam kawasan
pengembangan terdapat keterkaitan yang kompleks antara teknologi dan
teori yang mendorong terhadap desain pesan maupun strategi
pembelajarannya . Pada dasarnya kawasan pengembangan terjadi karena :
(1) pesan yang didorong oleh isi; (2) strategi pembelajaran yang
didorong oleh teori; dan (3) mManifestasi fisik dari teknologi –
perangkat keras, perangkat lunak, dan bahan pembelajaran
Teknologi Cetak;
adalah cara untuk memproduksi atau menyampaikan bahan, seperti :
buku-buku, bahan-bahan visual yang statis, terutama melalui pencetakan
mekanis atau photografis. Teknologi ini menjadi dasar untuk pengembangan
dan pemanfaatan dari kebanyakan bahan pembelajaran lain. Hasil
teknologi ini berupa cetakan. Teks dalam penampilan komputer adalah
suatu contoh penggunaan teknologi komputer untuk produksi. Apabila teks
tersebut dicetak dalam bentuk “cetakan” guna keperluan pembelajaran
merupakan contoh penyampaian dalam bentuk teknologi cetak.
Dua komponen teknologi
ini adalah bahan teks verbal dan visual. Pengembangan kedua jenis bahan
pembelajaran tersebut sangat bergantung pada teori persepsi visual,
teori membaca, pengolahan informasi oleh manusia dan teori belajar.
Secara khusus,
teknologi cetak/visual mempunyai karakteristik sebagai berikut : (1)
teks dibaca secara linier, sedangkan visual direkam menurut ruang; (2)
keduanya biasanya memberikan komunikasi satu arah yang pasif; (3)
keduanya berbentuk visual yang statis; (4) pengembangannya sangat
bergantung kepada prinsip-prinsip linguistik dan persepsi visual; (5)
keduanya berpusat pada pembelajar; dan (6) informasi dapat
diorganisasikan dan distrukturkan kembali oleh pemakai.
Teknologi Audio-Visual;
merupakan cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan
peralatan dan elektronis untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual.
Pembelajaran audio-visual dapat dikenal dengan mudah karena menggunakan
perangkat keras di dalam proses pengajaran. Peralatan audio-visual
memungkinkan pemroyeksian gambar hidup, pemutaran kembali suara, dan
penayangan visual yang beukuran besar. Pembelajaran audio-visual
didefinisikan sebagai produksi dan pemanfaatan bahan yang berkaitan
dengan pembelajaran melalui penglihatan dan pendengaran yang secara
eksklusif tidak selalu harus bergantung kepada pemahaman kata-kata dan
simbol-simbol sejenis.
Secara khusus,
teknologi audio-visual cenderung mempunyai karakteristik sebagai berikut
: (1) bersifat linier; (2) menampilkan visual yang dinamis; (3) secara
khas digunakan menurut cara yang sebelumnya telah ditentukan oleh
desainer/pengembang; (3) cenderung merupakan bentuk representasi fisik
dari gagasan yang riil dan abstrak: (4) dikembangkan berdasarkan
prinsip-prinsip psikologi tingkah laku dan kognitif; (5) sering berpusat
pada guru, kurang memperhatikan interaktivitas belajar si pembelajar.
Teknologi Berbasis Komputer; merupakan
cara-cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan
perangkat yang bersumber pada mikroprosesor. Pada dasarnya, teknologi
berbasis komputer menampilkan informasi kepada pembelajar melalui
tayangan di layar monitor. Berbagai aplikasi komputer biasanya disebut
“computer-based intruction (CBI)”, “computer assisted instruction
(CAI”), atau “computer-managed instruction (CMI)”.
Aplikasi-aplikasi ini
hampir seluruhnya dikembangkan berdasarkan teori perilaku dan
pembelajaran terprogram, akan tetapi sekarang lebih banyak berlandaskan
pada teori kognitif. Aplikasi-aplikasi tersebut dapat bersifat : (1)
tutorial, pembelajaran utama diberikan, (2) latihan dan pengulangan
untuk membantu pembelajar mengembangkan kefasihan dalam bahan yang telah
dipelajari sebelumnya, (3) permainan dan simulasi untuk memberi
kesempatan menggunakan pengetahuan yang baru dipelajari; dan (5) dan
sumber data yang memungkinkan pembelajar untuk mengakses sendiri susunan
data melalui tata cara pengakasesan (protocol) data yang ditentukan
secara eksternal.
Teknologi komputer, baik yang berupa perangkat keras maupun perangkat lunak biasanya memiliki karakteristik sebagai berikut :
- Dapat digunakan secara secara acak, disamping secara linier
- Dapat digunakan sesuai dengan keinginan Pembelajar, disamping menurut cara seperti yang dirancang oleh pengembangnya.
- Gagasan-gagasan biasanya diungkapkan secara abstrak dengan menggunakan kata, simbol maupun grafis.
- Prinsip-prinsip ilmu kognitif diterapkan selama pengembangan
- Belajar dapat berpusat pada pembelajar dengan tingkat interaktivitas tinggi.
Teknologi Terpadu;
merupakan cara untuk memproduksi dan menyampaikan bahan dengan
memadukan beberapa jenis media yang dikendalikan komputer. Keistimewaan
yang ditampilkan oleh teknologi ini,– khususnya dengan menggunakan
komputer dengan spesifikasi tinggi, yakni adanya interaktivitas
pembelajar yang tinggi dengan berbagai macam sumber belajar.
- Pembelajaran dengan teknologi terpadu ini mempunyai karakteristik sebagai berikut :
- Dapat digunakan secara acak, disamping secara. linier
- Dapat digunakan sesuai dengan keinginan Pembelajar, disamping menurut cara seperti yang dirancang oleh pengembangnya.
- Gagasan-gagasan sering disajikan secara realistik dalam konteks pengalaman Pembelajar, relevan dengan kondisi pembelajar, dan di bawah kendali pembelajar.
- Prinsip-prinsip ilmu kognitif dan konstruktivisme diterapkan dalam pengembangan dan pemanfaatan bahan pembelajaran
- Belajar dipusatkan dan diorganisasikan menurut pengetahuan kognitif sehingga pengetahuan terbentuk pada saat digunakan.
- Bahan belajar menunjukkan interaktivitas pembelajar yang tinggi
- Sifat bahan yang mengintegrasikan kata-kata dan contoh dari banyak sumber media.
3. Kawasan Pemanfaatan
Pemanfaatan adalah
aktivitas menggunakan proses dan sumber untuk belajar. Fungsi
pemanfaatan sangat penting karena membicarakan kaitan antara pembelajar
dengan bahan atau sistem pembelajaran. Mereka yang terlibat dalam
pemanfaatan mempunyai tanggung jawab untuk mencocokkan pembelajar dengan
bahan dan aktivitas yang spesifik, menyiapkan pembelajar agar dapat
berinteraksi dengan bahan dan aktivitas yang dipilih, memberikan
bimbingan selama kegiatan, memberikan penilaian atas hasil yang dicapai
pembelajar, serta memasukannya ke dalam prosedur oragnisasi yang
berkelanjutan.
Kawasan pemanfaatan
mungkin merupakan kawasan Teknologi Pembelajaran, mendahului kawasan
desain dan produksi media pembelajaran yang sistematis. Kawasan ini
berasal dari gerakan pendidikan visual pada dekade pertama abad ke 20,
dengan didirikannya museum-museum. Pada tahun-tahun awal abad ke-20,
guru mulai berupaya untuk menggunakan film teatrikal dan film singkat
mengenai pokok-pokok pembelajaran di kelas.
Di antara penelitian
formal yang paling tua mengenai aplikasi media dalam pendidikan ialah
studi yang dilakukan oleh Lashley dan Watson mengenai penggunaan
film-film pelatihan militer Perang Dunia I (tentang pencegahan penyakit
kelamin). Setelah Perang Dunia II, gerakan pembelajaran audio-visual
mengorganisasikan dan mempromosikan bahan-bahan audio visual, sehingga
menjadikan persediaan bahan pembelajaran semakin berkembang dan
mendorong cara-cara baru membantu guru. Selama tahun 1960-an banyak
sekolah dan perguruan tinggi mulai banyak mendirikan pusat-pusat media
pembelajaran.
Karya Dale pada 1946
yang berjudul Audiovisual Materials in Teaching, yang di dalamnya
mencoba memberikan rasional umum tentang pemilihan bahan dan aktivitas
belajar yang tepat. Pada tahun, 1982 diterbitkan diterbitkan buku
Instructional Materials and New Technologies of Instruction oleh
Heinich, Molenda dan Russel. Dalam buku ini mengemukakan model ASSURE,
yang dijadikan acuan prosedur untuk merancang pemanfaatan media dalam
mengajar. Langkah-langkah tersebut meliputi : (1) Analyze leraner
(menganalisis pembelajar); (2) State Objective (merumuskan tujuan);(3)
Select Media and Materials (memilih media dan bahan); (4) Utilize Media
and Materials (menggunakan media dan bahan), (5) Require Learner
Participation (melibatkan siswa) ; dan (6) Evaluate and Revise
(penilaian dan revisi).
Pemanfaatan Media;
yaitu penggunaan yang sistematis dari sumber belajar. Proses
pemanfaatan media merupakan proses pengambilan keputusan berdasarkan
pada spesifikasi desain pembelajaran. Misalnya bagaimana suatu film
diperkenalkan atau ditindaklanjuti dan dipolakan sesuai dengan bentuk
belajar yang diinginkan. Prinsip-prinsip pemanfaatan juga dikaitkan
dengan karakteristik pembelajar. Seseorang yang belajar mungkin
memerlukan bantuan keterampilan visual atau verbal agar dapat menarik
keuntungan dari praktek atau sumber belajar.
Difusi Inovasi adalah
proses berkomunikasi malalui strategi yang terrencana dengan tujuan
untuk diadopsi. Tujuan akhir yang ingin dicapai ialah untuk terjadinya
perubahan. Selama bertahun-tahun, kawasan pemanfaatan dipusatkan pada
aktivitas guru dan ahli media yang membantu guru. Model dan teori
pemanfaatan dalam kawasan pemanfaatan cenderung terpusat pada perpektif
pengguna. Akan tetapi, dengan diperkenalkannya konsep difusi inovasi
pada akhir tahun 1960-an yang mengacu pada proses komunikasi dan
melibatkan pengguna dalam mempermudah proses adopsi gagasan, perhatian
kemudian berpaling ke perspektif penyelenggara.
Rogers (1983) melakukan
studi tentang difusi inovasi, yang mencakup berbagai disiplin ilmu.
Hasil studinya telah memperkuat pandangan tentang pentahapan, proses,
serta variabel yang dapat mempengaruhi difusi. Dari hasil studi ini
dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan bergantung pada upaya membangkitkan
kesadaran, keinginan mencoba dan mengadopsi inovasi. Dalam hal ini,
penting dilakukan proses desiminasi, yaitu yang sengaja dan sistematis
untuk membuat orang lain sadar adanya suatu perkembangan dengan cara
menyebarkan informasi. Desiminasi ini merupakan tujuan awal dari difusi
inovasi. Langkah-langkah difusi menurut Rogers (1983) adalah : (1)
pengetahuan; (2) persuasi atau bujukan; (3) keputusan; (4) implementasi;
(5) dan konfirmasi.
Implementasi dan Institusionalisasi;
yaitu penggunaan bahan dan strategi pembelajaran dalam keadaan yang
sesungguhnya (bukan tersimulasikan). Sedangkan institusionalisasi
penggunaan yang rutin dan pelestarian dari inovasi pembelajaran dalam
suatu struktur atau budaya organisasi. Begitu produk inovasi telah
diadopsi, proses implementasi dan pemanfaatan dimulai. Untuk menilai
pemanfaatan harus ada implementasi. Bidang implementasi dan
institusionalisasi (pelembagaan) yang didasarkan pada penelitian, belum
berkembang sebaik-bidang-bidang yang lain. Tujuan dari implementasi dan
institusionalisasi adalah menjamin penggunaan yang benar oleh individu
dalam organisasi. Sedangkan tujuan dari institusionalisasi adalah untuk
mengintegrasikan inovasi dalam struktur kehidupan organisasi. Keduanya
tergantung pada perubahan individu maupun organisasi.
Kebijakan dan Regulasi;
adalah aturan dan tindakan yang mempengaruhi difusi dan pemanfaatan
teknologi pembelajaran. Kebijakan dan peraturan pemerintah mempengaruhi
pemanfaatan teknologi. Kebijakan dan regulasi biasanya dihambat oleh
permasalahan etika dan ekonomi. Misalnya, hukum hak cipta yang dikenakan
pada pengguna teknologi, baik untuk teknologi cetak, teknologi
audio-visual, teknologi berbasis komputer, maupun terknologi terpadu.
4. Kawasan Pengelolaan
Pengelolaan meliputi
pengendalian Teknologi Pembelajaran melalui : perencanaan,
pengorganisasian, pengkoordinasian dan supervisi. Kawasan pengelolaan
bermula dari administrasi pusat media, program media dan pelayanan
media. Pembauran perpustakaan dengan program media membuahkan pusat dan
ahli media sekolah. Program-program media sekolah ini menggabungkan
bahan cetak dan non cetak sehingga timbul peningkatan penggunaan
sumber-sumber teknologikal dalam kurikulum.
Dengan semakin rumitnya
praktek pengelolaan dalam bidang teknologi pembelajaran ini, teori
pengelolaan umum mulai diterapkan dan diadaptasi. Teori pengelolaan
proyek mulai digunakan, khususnya dalam proyek desain pembelajaran.
Teknik atau cara pengelolaan proyek-proyek terus dikembangkan, dengan
meminjam dari bidang lain. Tiap perkembangan baru memerlukan caraa
pengelolaan baru pula.
Keberhasilan sistem
pembelajaran jarak jauh bergantung pada pengelolaannya, karena lokasi
yang menyebar. Dengan lahirnya teknologi baru, dimungkinkan tersedianya
cara baru untuk mendapatkan informasi. Akibatnya pengetahuan tentang
pengelolaan informasi menjadi sangat potensial. Dasar teoritis
pengelolaan informasi bersal dari disiplin ilmu informasi. Pengelolaan
informasi membuka banyak kemungkinan untuk desain pembelajaran,
khususnya dalam pengembangan dan implementasi kurikulum dan pembelajaran
yang dirancang sendiri.
Pengelolaan Proyek;
meliputi : perencanaan, monitoring, dan pengendalian proyek desain dan
pengembangan. Pengelolaan proyek berbeda dengan pengelolaan tradisional
(line and staff management) karena : (a) staf proyek mungkin baru, yaitu
anggota tim untuk jangka pendek; (b) pengelola proyek biasanya tidak
memiliki wewenang jangka panjang atas orang karena sifat tugas mereka
yang sementara, dan (c) pengelola proyek memiliki kendali dan
fleksibilitas yang lebis luas dari yang biasa terdapat pada organisasi
garis dan staf.
Para pengelola proyek
bertanggung jawab atas perencanaan, penjadwalan, dan pengendalian fungsi
desain pembelajaran atau jenis-jenis proyek yang lain. Peran pengelola
proyek biasanya berhubungan dengan cara mengatasi ancaman proyek dan
memberi saran perubahan internal.
Pengelolaan Sumber;
mencakup perencanaan, pemantauan dan pengendalian sistem pendukung dan
pelayanan sumber. Pengelolaan sumber memliki arti penting karena
mengatur pengendalian akses. Pengertian sumber dapat mencakup, personil
keuangan, bahan baku, waktu, fasilitas dan sumber pembelajaran. Sumber
pembelajaran mencakup semua teknologi yang telah dijelaskan pada kawasan
pengembangan. Efektivitas biaya dan justifikasi belajar yang efektif
merupakan dua karakteristik penting dari pengelolaan sumber.
Pengelolaan sistem penyampaian;
meliputi perencanaan, pemantauan pengendalian “cara bagaimana
distribusi bahan pembelajaran diorganisasikan” Hal tersebut merupakan
suatu gabungan antara medium dan cara penggunaan yang dipakai dalam
menyajikan informasi pembelajaran kepada pembelajar.
Pengelolaan sistem
penyampaian memberikan perhatian pada permasalahan produk seperti
persyaratan perangkat keras/lunak dan dukungan teknis terhadap pengguna
maupun operator. Pengelolaan ini juga memperhatikan permasalaan proses
seperti pedoman bagi desainer dan instruktur dan pelatih. Keputusan
pengelolaan penyampaian sering bergantung pada sistem pengelolaan
sumber.
Pengelolaan informasi; meliputi
perencanaan, pemantauan, dan pengendalian cara penyimpanan,
pengiriman/pemindahan atau pemrosesan informasi dalam rangka tersedianya
sumber untuk kegiatan belajar. Pentingnya pengelolaan informasi
terletak pada potensinya untuk mengadakan revolusi kurikulum dan
aplikasi desain pembelajaran
5. Kawasan Penilaian
Penilaian merupakan
proses penentuan memadai tidaknya pembelajaran dan belajar, mencakup :
(1) analisis masalah; (2) pengukuran acuan patokan; (3) penilaian
formatif; dan (4) penilaian sumatif .
Dalam kawasan penilaian
dibedakan pengertian antara penilaian program, proyek , produk.
Penilaian program – evaluasi yang menaksir kegiatan pendidikan yang
memberikan pelayanan secara berkesinambungan dan sering terlibat dalam
penyusunan kurikulum. Sebagai contoh misalnya penilaian untuk program
membaca dalam suatu wilayah persekolahan, program pendidikan khusus dari
pemerintah daerah, atau suatu program pendidikan berkelanjutan dari
suatu universitas.
Penilaian proyek –
evaluasi untuk menaksir kegiatan yang dibiayai secara khusus guna
melakukan suatu tugas tertentu dalam suatu kurun waktu. Contoh, suatu
lokakarya 3 hari mengenai tujuan perilaku. Kunci perbedaan antara
program dan proyek ialah bahwa program diharapkan berlangsung dalam yang
tidak terbatas, sedangkan proyek biasanya diharapkan berjangka pendek.
Proyek yang dilembagakan dalam kenyataannya menjadi program.
Penilaian bahan (produk
pembelajaran) – evaluasi yang menaksir kebaikan atau manfaat isi yang
menyangkut benda-benda fisik, termasuk buku, pedoman kurikulum, film,
pita rekaman, dan produk pembelajaran lainnya.
Analisis Masalah.
Analisis masalah mencakup cara penentuan sifat dan parameter masalah
dengan menggunakan strategi pengumpulan informasi dan pengambilan
keputusan. Telah lama para evaluator yang piawai berargumentasi bahwa
penilaian yang seksama mulai saat program tersebut dirumuskan dan
direncanakan. Bagaimanapun baiknya anjuran orang, program yang diarahkan
pada tujuan yang tidak/kurang dapat diterima akan dinilai gagal
memenuhi kebutuhan.
Jadi, kegiatan
penilaian ini meliputi identifikasi kebutuhan, penentuan sejauh mana
masalahnya dapat diklasifikasikan sebagai pembelajaran, identifikasi
hambatan, sumber dan karakteristik pembelajar, serta penentuan tujuan
dan prioritas (Seels and Glasgow, 1990). Kebutuhan telah dirumuskan
sebagai “jurang antara “apa yang ada”dan “apa yang seharusnya ada” dalam
pengertian hasil (Kaufman,1972). Analisis kebutuhan diadakan untuk
kepentingan perencanaan program yang lebih memadai.
Pengukuran Acuan
Patokan; pengukuran acuan patokan meliputi teknik-teknik untuk
menentukan kemampuan pembelajaran menguasai materi yang telah ditentukan
sebelumnya. Penilaian acuan patokan memberikan informasi tentang
penguasaan seseorang mengenai pengetahuan, sikap, atau keterampilan yang
berkaitan dengan tujuan pembelajaran. Keberhasilan dalam tes acuan
patokan berarti dapat melaksanakan ketentuan tertentu, biasanya
ditentukan dan mereka yang dapat mencapai atau melampaui skor minimal
tersebut dinyatakan lulus.Pengukuran acuan patokan memberitahukan pada
para siswa seberapa jauh mereka dapat mencapai standar yang ditentukan.
Penilaian Formatif dan
Sumatif; berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang kecukupan dan
penggunaan informasi ini sebagai dasar pengembangan selanjutnya. Dengan
penilaian sumatif berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang
kecukupan untuk pengambilan keputusan dalam hal pemanfaatan. Penilaian
formatif dilaksanakan pada waktu pengembangan atau perbaikan program
atau produk (atau orang dsb). Penilaian ini dilaksanakan untuk keperluan
staf dalam lembaga program dan biasanya tetap bersifat intern; akan
tetapi penilaian ini dapat dilaksanakan oleh evaluator dalam atau luar
atau (lebih baik lagi) kombinasi. Perbedaan antara formatif dan sumatif
telah dirangkum dengan baik dalam sebuah kiasan dari Bob Stake “ Apabila
juru masak mencicipi sup, hal tersebut formatif, apabila para tamu
mencicipi sup tersebut, hal tersebut sumatif. Penilaian sumatif
dilaksanakan setelah selesai dan bagi kepentingan pihak luar atau para
pengambil keputusan, sebagai contoh : lembaga penyandang dana, atau
calon pengguna, walaupun hal tersebut dapat dilaksanakan baik oleh
evaluator dalam atau dalam untuk gabungan. Untuk alasan kredibiltas,
lebih baik evaluator luar dilibatkan daripada sekedar merupakan
penilaian formatif. Hendaknya jangan dikacaukan dengan penilaian hasil
(outcome) yang sekedar menilai hasil, biukannya prose — hal tersebut
dapat berupa baik formatif maupun sumatif. Metoda yang digunakan dalam
penilaian formatif berbeda dengan penilaian sumatif. Penilaian formatif
mengandalkan pada kajian teknis dan tutorial, uji coba dalam kelompok
kecil atau kelompok besar. Metoda pengumpulan data sering bersifat
informal, seperti observasi, wawancara, dan tes ringkas. Sebaliknya,
penilaian sumatif memerlukan prosedur dan metoda pengumpulan data yang
lebih formal. Penilaian sumatif sering menggunakan studi kelompok
komparatif dalam desain kuasi eksperimental.
Hubungan Antara Kawasan
Dengan adanya kawasan
sebagaimana dikemukakan di atas, teknologi pembelajaran sampai dengan
masa definisi 1994 telah memiliki kepastian tentang ruang lingkup
wilayah garapannya. Meski ke depannya jumlah kawasan beserta kategorinya
akan semakin berkembang, sejalan dengan perkembangan dalam bidang
teknologi dan pendidikan, serta disiplin ilmu lainnya yang relevan,
sebagai penopangnya. Setiap kawasan tidak berjalan sendiri-sendiri,
tetapi memiliki hubungan yang sinergis.
===========
SUMBER DAN DISARIKAN DARI :
Barbara B. Seels dan Rita C. Richey yang
berjudul Teknologi Pembelajaran: Definisi dan Kawasannya, hasil
terjemahan Dewi S. Prawiradilaga, dkk.(1995) dari judul aslinya
Instructional Technology : Definition and Domain of Field yang
diterbitkan pada tahun 1994.
1 komentar:
Berikan yang terbaik buat orang di sekeliling Muuuu....
Posting Komentar