Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Artikel Tesis , Jenepar, S.Pd.M.Pd


ARTIKEL
 
PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IX 
SMP NEGERI 1 KERINCI


Jenepar
(Teknologi Pendidikan PPs Universitas Negeri Padang)

Abstract: Mathematics is concerned with technology and the way to find out about the systematic measurement, therefore mathematics not only includes mastery of knowledge in the form of facts, concepts, or principles, but also a process of discovery. This study aimed at find out:  1) the differences between the student mathematics learning outcomes taught by using Problem Based learning Strategies and the conventional Strategies, 2) the differences between the students’ mathematics learning outcome that have high motivation taught by using problem based learning strategies and conventional strategies. 3) the differences between the students’ mathematics learning outcome that have low motivation taught by using problem based learning strategies and conventional strategies. 4) the interaction between problem based learning strategies and motivation on mathematics learning outcome. The result showed that: 1) students’ mathematics learning outcome taught by using Problem based learning Strategies is higher than students’ mathematics learning outcome taught by using conventional Strategies, 2) students’ mathematics learning that have high motivation taught by using problem based learning is higher than the students’ mathematics learning outcome taught by using conventional strategies. 3) students mathematics learning outcome that have low motivation taught by using problem based learning strategies is higher than student mathematics’ learning outcome taught by using conventional strategies. 4) there is no interaction between learning Strategies and motivation on mathematics learning outcomes.
Kata kunci: Strategi pembelajaran berbasis masalah, motivasi belajar, hasil belajar matematika

PENDAHULUAN
Matematika sebagai salah satu kajian ilmu dasar yang memberikan kontribusi terhadap berbagai disiplin ilmu ikut memberikan andil dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuan pembelajaran matematika di jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah untuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat jujur, efisien dan efektif. Oleh karena itu, siswa diharapkan dapat menggunakan matematika dan berpola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari ilmu pengetahuan yang penekanannya pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa serta keterampilan matematika.
Rusman (2011: 229), menyatakan bahwa guru dituntut dapat memilih model pembelajaran yang dapat memacu semangat setiap siswa untuk secara aktif ikut terlibat dalam pengalaman belajarnya. Oleh karena itu, siswa sebagai generasi mendatang perlu memiliki kemampuan untuk memperoleh, memilih dan mengelola informasi. Kemampuan ini membutuhkan pemikiran kritis, sistematis, logis dan kreatif, yang dalam hal ini tidak terlepas dari peran guru sebagai praktisi pendidikan karna hakikat pembelajaran adalah belajarnya siswa dan bukan mengajarnya guru. 
Seorang guru memegang peranan penting dalam merancang pembelajaran untuk dapat melaksanakan proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Pupuh (2007: 113) menyatakan bahwa pembelajaran efektif terjadi jika dengan pembelajaran tersebut siswa menjadi senang dan mudah memahami apa yang dipelajarinya, karena pembelajaran yang menyenangkan akan menumbuhkan motivasi, minat dan ketertarikan siswa terhadap materi pembelajaran.
Untuk memenuhi harapan tersebut, banyak faktor yang ikut mempengaruhi, baik berupa faktor pendukung, maupun faktor penghambat pembelajaran matematika di sekolah. Salah satu faktor penghambat pembelajaran matematika adalah siswa kurang diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir dalam memecahkan masalah.
Salah satu penyebab hal ini adalah pembelajaran matematika masih dianggap sebagai pelajaran yang membosankan bagi siswa. Banyak siswa yang dapat dengan mudah mempelajari mata pelajaran lain, tetapi kesulitan dalam memahami konsep-konsep dan tidak tertarik pada pembelajaran matematika, disamping pembelajaran matematika yang diajarkan secara monoton, desain metode pembelajaran yang kurang variasi dan hanya berpegang teguh pada diktat-diktat atau buku-buku paket saja. Akibatnya, hasil belajar matematika di jenjang pendidikan SMP tidak mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun.
Jika dalam belajar, guru selalu menuntut siswa belajar tetapi jarang membimbing mereka bagaimana belajar, guru selalu menuntut siswa untuk menyelesaikan masalah, tetapi jarang mengajarkan bagaimana siswa seharusnya menyelesaikan masalah. Kondisi ini menyebabkan siswa menjadi pasif dan tidak mampu mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki siswa dalam memberikan alternatif penyelesaian terhadap persoalan yang ada.
Berdasarkan pengalaman penulis di SMP Negeri 1 Kerinci ditemukan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas IX masih rendah, masih dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 75. Kenyataan ini dapat dilihat dari nilai rata-rata hasil belajar matematika pada Ulangan harian semester 2 tahun ajaran 2011/2012 khususnya untuk kelas IX


Tabel 1. Nilai Rata-rata Ulangan Harian Semester 2 Tahun Ajaran 2011/2012
No
kelas
Rata2
UH 1
Tuntas
Belum
Rata2 UH 2
Tuntas
Belum
Rata3 UH3
Tuntas
Belum
1
IX A
74
17
14
77
20
11
78
24
7
2
IX B
76
18
16
77
21
13
77
23
11
3
IX C
75
20
14
78
22
12
80
25
9
4
IX D
73
19
16
75
22
13
79
25
10
5
IX E
75
18
17
76
21
14
79
25
10
6
IX F
77
17
18
78
21
12
80
22
10











Sumber: Guru Matematika Kelas IX SMP Negeri  1 Kerinci

Tabel 1 di atas diketahui masih terdapat beberapa siswa yang mendapatkan nilai ulangan harian matematika di bawah kriteria ketuntasan minimal adalah kelas IX A, dan IX D  yaitu hanya memiliki rata-rata nilai ulangan harian matematika masing-masing sebesar 74, dan 72. Sedangkan rata-rata nilai harian 2 dan 3 matematika yang diperoleh kelas IX sudah memenuhi kriteria minimum kelas sebesar > 75, akan tetapi masih terdapat siswa yang belum tuntas belajar matematika.
Rendahnya hasil belajar siswa dipengaruhi oleh banyak faktor. Secara umum ada dua faktor yang mempengaruhi hasil belajar tesebut yakni faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal antara lain strategi pembelajaran, guru, lingkungan, sarana dan prasarana, sedangkan faktor internal terdiri dari motivasi, intelegensi, minat dan sebagainya.
Guru memiliki peran penting dalam proses pembelajaran, karena guru sebagai salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Untuk itu guru harus dapat mendesain dan mengorganisir pembelajaran secara baik termasuk didalamnya melakukan berbagai inovasi terhadap metode dan strategi yang digunakan.
Motivasi siswa untuk belajar juga penting. Dengan adanya motivasi siswa untuk belajar, siswa akan mengikuti pelajaran dengan baik dan mengulangi pelajaran di rumah. Tetapi jika siswa tidak memiliki motivasi yang tinggi, maka akan menyebabkan siswa akan malas belajar dan besifat pasif.
Berdasarkan hasil pengamatan yang penulis lakukan selama ini di SMP Negari 1 Kerinci,  motivasi siswa untuk belajar matematika masih tergolong rendah. Hal ini terlihat dari aktivitas siswa dalam belajar diantaranya kurangnya perhatian siswa pada saat proses pembelajaran, siswa menganggap bahwa materi matematika kurang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari mereka, sehingga mereka kurang fokus untuk belajar, kurangnya kepercayaan diri siswa dalam menjawab pertanyaan guru dan sebagian siswa ada yang kurang puas dengan dengan hasil belajar dan metode yang digunakan guru dalam proses pembelajaran.
Agar tercapainya tujuan pembelajaran matematika yang efektif, digunakan beberapa metode dan pendekatan. Dalam hal ini, pendekatan yang dianggap sesuai dengan perkembangan ilmu matematika adalah Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah. Rusman (2011: 232), menyatakan bahwa Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada.
Pembelajaran Berbasis Masalah bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar dan aktifitas siswa, karena melalui Pembelajaran Berbasis Masalah siswa belajar bagaimana menggunakan sebuah proses interaktif untuk menilai apa yang mereka ketahui, mengidentifikasi apa yang mereka ingin ketahui, mengumpulkan informasi-informasi dan secara kolaborasi mengevaluasi hipotesisnya berdasarkan data yang telah mereka kumpulkan.
Pembelajaran Berbasis Masalah memberikan ruang gerak berpikir yang bebas kepada siswa untuk mencari berbagai alternatif konsep dan penyelesaian masalah yang sesuai dengan materi yang diajarkan guru di sekolah. Dengan menggunakan pembelajaran Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah, siswa tidak hanya sekedar menerima informasi dari guru saja, siswa terdorong untuk ikut memikirkan materi matematika dibawah bimbingan guru sebagai motivator dan fasilitator yang mengarahkan siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam seluruh proses pembelajaran dengan diawali pada masalah yang berkaitan dengan konsep yang dipelajarinya. Dengan demikian, karakteristik Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah didasarkan pada teori belajar kontruktivisme, dimana pemahaman diperoleh dari interaksi dengan skenario permasalahan dan lingkungan belajar (Rusman, 2011:231).
Oleh karena itu, perlu ada suatu strategi pembelajaran yang dapat memberikan kemudahan dan meningkatkan hasil belajar siswa. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud di atas, perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam terhadap strategi pembelajaran yang ada sekarang ini, khususnya Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah dalam kaitannya dengan hasil belajar matematika.
Berdasarkan hasil pengamatan penulis mengajar di SMPN 1 Kerinci, ditemukan beberapa fenomena diantaranya yaitu siswa tidak menunjukkan pengembangan berpikir kreatif dan kritis dalam pemecahan masalah matematika, siswa lebih cenderung menerima dan mencatat penjelasan dari guru, ketika guru memberikan soal, tidak beberapa siswa yang bisa mememecahkan masalah dalam soal. Siswa kurang fokus mengikuti pelajaran, masih ada siswa yang keluar masuk kelas, masih ada siswa yang mengobrol dengan teman dan kurangnya motivasi siswa dalam mengikuti pelajaran matematika
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah dan Motivasi Belajar terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa kelas IX SMP Negeri 1 Kerinci. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi yang objektif mengenai: (1) perbedaan hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah dengan hasil belajar siswa yang diajar dengan strategi konvensional, (2) perbedaan hasil belajar matematika siswa yang mempunyai motivasi tinggi diajar dengan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah dengan hasil belajar siswa yang mempunyai motivasi tinggi yang diajarkan dengan strategi konvensional, (3) perbedaan hasil belajar matematika siswa yang mempunyai motivasi rendah diajar dengan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah dengan hasil belajar siswa yang mempunyai motivasi rendah diajar dengan strategi konvensional, dan (4) Terdapat interaksi antara Strategi Pembelajaran dan motivasi belajar.
Nana (2002: 22), menyatakan bahwa “Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar yang dicapai siswa setelah melakukan kegiatan terdiri dari tiga aspek yaitu: (1) aspek kognitif yang mencakup keterampilan-keterampilan intelektual, informasi dan pengetahuan, (2) aspek afektif menekankan pada sikap, nilai, perasaan, dan emosi, dan (3) aspek psikomotor berhubungan dengan keterampilan motorik, manipulasi benda atau kegiatan yang memerlukan koordinasi syaraf”.
Wina (2008: 214), menyatakan bahwa: stategi pembelajaran berbasis masalah rangkaian proses pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari secara ilmiah. Senada dengan pendapat sebelumnya dikemukakan oleh Menurut Kunandar (2007: 354) strategi pembelajaran berbasis masalah adalah suatu strategi pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pembelajaran. melalui permasalahan-permasalahan”.
Muhammad (2009: 1), menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu strategi pembelajaran yang membantu siswa untuk menemukan masalah dari peristiwa nyata, mengumpulkan informasi dari strategi yang telah dikumpulkan sendiri untuk mengambil satu keputusan  pemecahan masalahnya yang kemudian akan dipresentasikan dalam bentuk unjuk kerja.
Karakteristik Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah Menurut Kunandar (2008: 355) yaitu (1) pengajuan pertanyaan atau masalah, (2) terfokus pada keterkaitan antar disiplin, (3) penyelidikan autentik, (4) menghasilkan produk/karya dan memamerkannya”. Pendapat yang serupa dijelaskan oleh Wina (2008:214) karakteristik Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah yaitu (1) Merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, (2) aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah, (3) pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berfikir secara ilmiah”.
Menurut Martinis dan Bansu (2008:83) strategi pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa keunggulan, yaitu: ”(1) mengembangkan pemecahan yang bermakna dalam rangka memahami materi ajar, (2) memberikan tantangan pada siswa sehingga merasa puas dari hasil penemuan baru itu, (3) melibatkan siswa secara aktif dalam belajar, (4) membantu siswa belajar mentransfer pengetahuan mereka ke dalam persoalan dunia nyata, (5) membantu siswa mengembangkan pengetahuan baru untuk kepentingan persoalan berikutnya, (6) dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa dan kemampuan mereka mengadaptasi situasi pembelajaran baru, (7) membantu siswa mengevaluasi pemahamannya dan mengidentifikasikan alur berpikirnya.
Wayan (2007:81) merinci langkah-langkah pelaksanaan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pengajaran. Arends mengemukakan ada 5 fase (tahap) yang perlu dilakukan untuk mengimplementasi Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah yaitu (1) Mengorientasikan siswa pada masalah, (2) menemukan masalah (3) merumuskan masalah,  (4) Mengorganisasi siswa untuk belajar, (5) menyusun hipotesis (6) Membimbing penyelidikan individual atau kelompok, (7) mengumpulkan data (8) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (9) Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Pupuh (1998:39), ceramah pada dasarnya adalah komunikasi satu arah atau komunikasi sebagai aksi. Dalam komunikasi ini, guru berperan sebagai pemberi aksi dan siswa  sebagai aksi. Djamarah (1995: 109), pembelajaran ceramah adalah model pembelajaran yang boleh dikatakan tradisional atau konvensional, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar mengajar.
Hudoyo (1994: 126), ciri-ciri pembelajaran ceramah adalah guru berbicara terus menerus di depan kelas, sedangkan para siswa sebagai pendengar. Metode ini merupakan bentuk belajar-mengajar satu arah, pembicara memberikan ide atau informasi dan pendengar menerimanya. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran konvensional adalah suatu pendekatan pembelajaran yang tidak menekankan kepada ketrampilan proses keterlibatan siswa secara penuh, dimana siswa ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif, dan proses pembelajaran berpusat pada guru.
Agus (2010: 163) mengemukakan bahwa motivasi adalah dorongan intgernal dan eksternal pada peserta didik yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku. Motivasi belajar adalah proses yang memberi semangat belajar, arah dan kegigihan prilaku. Artinya perilaku yang termotivasi adalah perilaku penuh energi, terarah dan bertahan lama. Sedangkan menurut Sardiman (2008: 75), motivasi merupakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu.
Sardiman (2011: 102) menyatakan bahwa ciri-ciri siswa yang mempunyai motivasi belajar yang tinggi yaitu tekun menghadapi tugas, ulet menghadapi kesulitan, menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah lebih senang bekerja sendiri dan cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin mekanis.
Model ARCS (Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction), dikembangkan oleh Keller dan Kopp (dalam Agus 2010: 166) sebagai jawaban pertanyaan bagaimana merancang pembelajaran yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi dan hasil belajar. Model pembelajaran ini dikembangkan berdasarkan teori nilai harapan (expectancy value theory) yang mengandung dua komponen yaitu nilai (value) dari tujuan yang akan dicapai dan harapan (expectancy) agar berhasil mencapai tujuan itu. Dari dua komponen tersebut oleh Keller dikembangkan menjadi empat komponen. Keempat komponen model pembelajaran itu adalah attention, relevance, confidence dan satisfaction dengan akronim ARCS.
Dalam proses belajar dan pembelajaran ke empat kondisi motivasional tersebut sangat peting dipraktekkan untuk terus dijaga sehingga motivasi siswa terpelihara selama proses belajar dan pembelajaran berlangsung. (1) Attention (perhatian). Agus (2010: 167) atensi atau perhatian adalah mengkonsentrasikan dan memfokuskan sumber daya mental. Perhatian peserta didik muncul didorong rasa ingin tahu. Oleh sebab itu, orang ingin tahu mendapat stimuli sehingga peserta didik akan memberikan atensi dan perhatian tersebut terpelihara selama proses mengajar bahkan lebih lama. (2) Relevance (relevansi). Agus (2010: 168) Menunjukan adanya hubungan materi pembelajaran dengan kebutuhan dan kondisi siswa. Motivasi peserta didik  akan terpelihara apabila mereka menganggap apa yang mereka pelajari memenuhi kebutuhan pribadi atau bermanfaat dan sesuai dengan nilai yang dipegang.(3) Condfidence (kepercayaan diri). Agus (2010: 170) keyakinan pribadi bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk melakukan suatu tugas yang menjadi syarat keberhasilan. Merasa diri kompeten atau mampu merupakan potensi untuk dapat dengan lingkungan. (4) Satisfaction (kepuasaan). Keberhasilan dalam mencapai suatu tujuan akan menghasilkan kepuasan, siswa akan termotivasi untuk terus berusaha mencapai tujuan yang serupa, siswa akan termotivasi untuk terus berusaha mencapai tujuan yang serupa.

METODE
Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen yang menggunakan dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas control, yang dilakukan di SMP N 1 Kerinci pada semester genap tahun pelajaran 2012/2013. Populasi penelitian ini adalah seluruh kelas IX di SMP N 1 Kerinci tahun pelajaran 2012/2013. Untuk menentukan kelompok sampel dalam penelitian ini menggunakan jenis sampel Probability Sampling dengan teknik random kelompok. Pengambilan sampel dilakukan secara random yaitu satu kelas kontrol dan satu kelas eksperimen dengan cara undian. Pengambilan kelas sampel di lihat dari rata-rata hasil belajar siswa yang hampir sama. Kelas sampel dalam penelitian ini adalah kelas IX C sebagai kelas eksperimen dan kelas IX B sebagai kelas kontrol.
Teknik analisas datan yang digunakan yiatu (1) membuat deksripsi data yaitu skor total, rerata atau mean, nilai maksimal, nilai minimal, modus, median, varians, standar deviasi, kategori tingkat capaian rata-rata responden masing-masing variabel dan membuat tabel distribusi frekuwensi., (2) melakukan pengujian persyaratan analisis yaitu uji normalitas dan uji homogenitas dan (3) melakukan pengujian hipotesis dengan uji t dan uji Anova.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Belajar Matematika Siswa yang Diajarkan dengan Menggunakan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah Lebih Tinggi dari Hasil Belajar Siswa yang Diajarkan dengan Menggunakan Strategi Konvensional.

Hasil pengujian hipotesis pertama mengungkapkan bahwa hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah lebih tinggi dari hasil belajar siswa yang diajarkan dengan menggunakan strategi konvensional.
Penggunaan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah dalam belajar dapat membantu siswa dalam memahami konsep matematika yang dipelajari, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Hal ini membuktikan bahwa dalam pembelajaran yang inovatif ternyata salah satu strategi pembelajaran lebih unggul dari pada strategi pembelajaran yang lain dan salah satunya adalah Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah. Pada Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah ini pembelajaran difokuskan pada siswa dan perbedaaanya dengan strategi pembelajaran konvensional adalah hanya pada penyajian kepada siswa.
Pada Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah, siswa dilibatkan secara fisik dan psikis serta mendapatkan tantangan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Siswa belum merasa puas sebelum masalah yang dihadapinya terpecahkan. Siswa akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan baik kepada teman maupun kepada guru apabila ada masalah yang belum jelas.
Pada dasarnya perbedaan yang timbul diantara strategi pembelajaran yang dieksperimenkan juga dipengaruhi oleh karakteristik matematika adalah adanya objek yang bersifat abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam matematika. Selain itu, belajar matematika siswa belum bermakna, sehingga pengertian siswa tentang konsep sangat lemah.
Wayan (2007:76) menyatakan bahwa  pembelajaran berbasis masalah adalah suatu strategi pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah. Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah dikembangkan untuk membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan analitis serta memecahkan masalah yang kompleks dalam kehidupan nyata sehingga akan memunculkan “budaya berpikir” pada diri siswa. Salah satu alternatif untuk meningkatkan kemampuan berfikir siswa adalah dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat memacu proses berpikir siswa.
Berbeda dengan strategi pembelajaran konvensional menempatkan siswa yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif. Pada umumnya penyampaian materi menggunakan strategi ceramah, tanya jawab dan penugasan. Guru selalu mendominasi kegiatan pembelajaran, sedangkan siswa lebih banyak menerima dari gurunya.
Hasil Belajar Matematika Siswa yang Memiliki Motivasi Tinggi yang Diajarkan dengan Menggunakan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah Lebih Tinggi dari pada Hasil Belajar Siswa yang Memiliki Motivasi Belajar tinggi yang Diajar dengan Menggunakan Strategi Konvensional

Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa yang memiliki motivasi tinggi yang diajarkan dengan menggunakan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah lebih tinggi dari pada hasil belajar siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi yang diajar dengan menggunakan strategi konvensional.
Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah merangsang siswa untuk berpikir secara kritis dan analisis, dengan strategi pembelajaran ini lebih hidup dan siswa termotivasi untuk berpikir dan bekerja lebih giat agar dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Pada pembelajaran Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah akan terlihat siswa dengan motivasi tinggi akan lebih giat belajar dibandingkan dengan siswa yang motivasi belajar rendah. Dengan demikian siswa yang mempunyai motivasi tinggi akan memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Siswa yang memiliki motivasi belajar rendah memperoleh hasil belajar yang lebih baik setelah belajar dengan menggunakan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah.
Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah dapat menumbuhkan keinginan yang lebih besar untuk siswa dalam memahami materi pelajaran yang diberikan, karena Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah melibatkan siswa aktif baik secara individu maupun kelompok. Siswa diharapkan dapat mengemukakan ide-ide baru untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
Dengan demikian motivasi yang dimiliki siswa akan ditandai dengan adanya rasa senang dan akan menggunakan apa yang ada padanya untuk melakukan atau melibatkan diri dalam kegiatan yang berkaitan dengan hal tersebut. Bila motivasi tinggi kegiatan belajar cenderung meningkat, dalam arti siswa akan aktif dan sungguh-sungguh belajar untuk mencapai tujuan sebab tujuan merupakan kebutuhan baginya.
Pada strategi pembelajaran konvensional siswa yang memiliki motivasi tinggi kesempatan mencari, menemukan dan memahami konsep-konsep matematika, memecahkan masalah sendiri dan berkolaborasi dengan temannya sangat terbatas, karena didominasi oleh gurunya. Sementara yang memiliki motivasi rendah akan cenderung pasif, karena untuk menjawab latihan soal cenderung dengan cara mengingat, menghafal dan melihat buku catatan yang dipelajari gurunya.
Siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi adalah memiliki tingkat tanggung jawab pribadi yang tinggi, berani mengambil dan memilih resiko, memilih tujuan relialistik, memiliki rencana belajar yang menyeluruh dan bertujuan untuk merealisasi tujuan belajar, memanfaatkan umpan balik yang konkret dalam semua kegiatan yang dilakukan dalam belajar, dan mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana belajar yang telah diprogramkan.
Raymond (2004) menjelaskan bahwa siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi memiliki ciri-ciri, seperti mempunyai inisiatif, tekun dan melihat hal-hal yang harus dikerjakan dan mengambil tindakan yang perlu, memperagakan ketidakpuasan yang konstruktif, dan selalu tepat waktu serta merasa puas jika telah melakukan belajar dengan baik. inisiatif siswa ini terlihat dari upaya memacu diri sendiri, mempunyai kemauan yang keras untuk belajar dengan atau tanpa pengawasan. Tekun akan terlihat dari belajar secara aktif pada suatu tugas sampai selesai dengan baik, dapat menyelesaikan tugas belajar walaupun mendapatkan rintangan.
Hasil Belajar Matematika Siswa yang Memiliki Motivasi Rendah yang Diajarkan Dengan Menggunakan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah Lebih Tinggi dari Pada Hasil Belajar Siswa Yang Memliki Motivasi Belajar Rendah yang Diajar Menggunakan strategi Konvensional.

Hasil pengujian hipotesis ketiga menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa yang memiliki motivasi rendah yang diajarkan dengan menggunakan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah lebih tinggi dari pada hasil belajar siswa yang memliki motivasi belajar rendah yang diajar menggunakan strategi konvensional.
Siswa yang memiliki motivasi belajar rendah memperoleh hasil belajar yang tinggi dengan menggunakan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah dalam belajar kelompok dibandingkan  menggunakan metode konvensional. Dimana siswa yang memiliki motivasi rendah dapat terbantu melalui hubungan yang saling membutuhkan antara siswa yang satu dengan siswa yang lain inilah disebut dengan saling ketergantungan yang positif. Dalam Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah, setiap siswa perlu kerja sama dalam mencapai tujuan, saling ketergantungan antara siswa yang memiliki motivasi rendah melalui kerjasama kelompok atau diskusi dalam mencapai tujuan, menyelesaikan tugas, bahan atau sumber belajar.
Di dalam proses belajar siswa yang bermotivasi secara intrinsik dapat dilihat dari kegiatannya yang tekun dalam mengerjakan tugas-tugas belajar karena merasa butuh dan ingin mencapai tujuan belajar yang sebenarnya. Tujuan belajar yang sebenarnya adalah untuk menguasai apa yang sedang dipelajari, bukan karena ingin mendapat pujian dari guru. Siswa yang memiliki motivasi menunjukkan keterlibatan dan aktifitas yang tinggi dalam belajar. Siswa seperti ini baru mencapai kepuasan kalau ia dapat memecahkan masalah pelajaran dengan benar atau mengerjakan tugas dengan baik. Mempelajari atau mengerjakan tugas-tugas dalam belajar membentuk tantangan baginya dan terpaut tanpa terpaksa terhadap tugas-tugas belajar tersebut.
Interaksi Antara Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah dan Motivasi Belajar terhadap Hasil Belajar Matematika

Uji anava yang dilakukan pada hipotesis keempat mengenai interaksi strategi pembelajaran berbasis masalah dengan motivasi belajar ditemukan Fhitung< Ftabel. Ini berarti tidak terdapat interaksi antara  strategi pembelajaran berbasis masalah dengan motivasi belajar terhadap hasil belajar. Siswa dengan motivasi tinggi diajar dengan menggunakan strategi pembelajaran berbasis masalah dapat meningkat hasil belajar, begitu juga dengan siswa yang bermotivasi rendah. Hal ini menunjukkan bahwa  strategi pembelajaran berbasis masalah cukup efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Penggunaan strategi pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran matematika berpengaruh secara sitematika terhadap hasil belajar siswa pada level motivasi apapun baik motivasi tinggi maupun motivasi rendah. Strategi pembelajaran berbasis masalah yang dilakukan memberikan kemudahan bagi siswa dalam memahami konsep-konsep matematika.
Terjadinya peningkatan hasil belajar dapat dilihat dari peroleh nilai rata-rata antara tingkat motivasi belajar (tinggi dan rendah) yang diajarkan dengan strategi pembelajaran berbasis masalah dan strategi pembelajaran konvensional dan apabila ditarik garis lurus dari motivasi rendah ke motivasi tingggi akan membentuk garis ordinal yang tidak berpotongan.
Gambar 1. Diagram interaksi Ordinal Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah dan Motivasi Belajar terhadap Hasil Belajar
Gambar 1 di atas menunjukkan bahwa nilai rata-rata hasil belajar yang diajar dengan SPBM dari kelompok motivasi rendah dan motivasi tinggi sebesar 72,71 dan 89,94 ditarik garis lurus diantara keduanya. Sedangkan nilai rata-rata hasil belajar yang diajarkan dengan strategi konvensional dari kelompok motivasi rendah dan motivasi tinggi sebesar 58,59 dan 78,94 diantara keduanya ditarik lurus, maka grafik interaksi yang terjadi merupakan interaksi ordinal, karena kedua garis tidak berpotongan yang yang berarti tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan motivasi belajar terhadap hasil belajar.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan menerapkan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah dan motivasi siswa diperoleh kesimpulan sebagai berikut
1.      Hasil belajar matematika siswa yang menggunakan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah lebih tinggi dari pada hasil belajar siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran konvensional.
2.      Hasil belajar matematika siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi yang diajar dengan menggunakan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah lebih tinggi dari hasil belajar matematika siswa yang memiliki motivasi tinggi yang diajar dengan strategi pembelajaran konvensional.
3.      Hasil belajar matematika siswa yang memiliki motivasi belajar rendah yang diajar dengan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah lebih tinggi hasil belajar matematika siswa yang memiliki moticvasi rendah yang diajar dengan strategi pembelajaran konvensional.
4.      Tidak terdapat interaksi antara Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah dan motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika, artinya Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah diterima untuk semua kalangan siswa, baik dengan motivasi belajar tinggi maupun motivasi belajar rendah.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dapat disimpulkan bahwa penerapan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah lebih efektif untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa.
Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi yang ditemukan pada penelitian ini, disarankan sebagai berikut:
1.      Secara praktis diharapkan dapat memberikan manfaat
a.       Kepada guru sekolah SMP Negeri 1 Kerinci untuk menerapkan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah sebagai salah satu strategi pembelajaran matematika  di sekolah. Agar strategi tersebut dapat dilakukan dengan hasil maksimal, guru secara bersama-sama perlu berlatih dan menerapkan model ini dalam kegiatan MGMP di tingkat kota/kabupaten.
b.      Setiap guru yang ingin menjadikan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah sebagai salah satu alternatif strategi pembelajaran, diharapkan agar merancang materi pembelajaran yang disusun berdasarkan langkah-langkah Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah yang dapat dilaksanakan bersama-sama dengan guru yang tergabung dalam kegiatan MGMP, agar diperoleh hasil belajar yang lebih baik.
c.       Kepada kepala sekolah disarankan agar hasil penelitian ini dijadikan rujukan dalam mengembangkan strategi pembelajaran di sekolah yang sesuai dengan tahap perkembangan kognitif siswa.
2.      Secara teoritis, diharapkan dapat memberikan manfaat kepada peneliti selanjutnya agar dapat menggunakan populasi dan sampel yang lebih besar, sehingga didapat data yang lebih baik dan akurat mengenai  Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah. Selain itu juga diharapkan dapat melakukan penelitian dengan melibatkan kajian yang lebih luar dan dalam.
Catatan:
Artikel ini ditulis dari tesis penulis di Pascasarjana Universitas Negeri Padang dengan Tim Promotor  Dr. Jasrial, M.Pd, Dr. Ridwan, M.Sc, Ed, Prof. Dr. H. Nurtain, Dr. Darmansyah, M.Pd., dan Prof. Dr. H. Mukhaiyar
DAFTAR RUJUKAN

Agus Suprijono. 2010. Cooperative Learning, Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta:Pustaka Belajar
Hudoyo, dkk 1994. Strategi Belajar Mengajar Matematika Kontenporer. Malang: Jurusan Matematika FMIPA UNM

I Wayan Dasna, dan Sutrisno. 2007. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning.
              (http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/19/pembelajaran-berbasis-masalah/ diakses tanggal 25/09/2012.

Kunandar. 2007. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: RajaGrafindo Persada

Martinis Yamin,  dan Bansu I. Ansari. 2008. Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual siswa. Jakarta: Gaung Persada Press

Made Wena. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu tinjauan Konseptual Organisasi. Jakarta :PT Bumi Aksara
Nana Sudjana. 2002. Penilaian Proses Hasil Belajar. Bandung: PT Remaja: Rosda Karya.

Pupuh Fathurrohman, Sobry Sutikno. 2007. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: PT Refika Aditama

Raymond. 2004. Motivasi Belajar. Jakarta: Cerdas Pustaka

Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme guru. Jakarta: Rajawali Pers.

Sardiman, A.M. 2008. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Suharsimi Arikunto. 1998. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Waras Kamdi dkk. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Malang: UMPRESS.
Wina Sanjaya. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar