ARTIKEL
PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN MOTIVASI
BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IX
SMP NEGERI 1 KERINCI
Jenepar
(Teknologi Pendidikan PPs Universitas Negeri Padang)
Abstract: Mathematics is
concerned with technology and the way to find out about the systematic
measurement, therefore mathematics not only includes mastery of knowledge in
the form of facts, concepts, or principles, but also a process of discovery.
This study aimed at find out: 1) the differences
between the student mathematics learning outcomes taught by using Problem Based
learning Strategies and the conventional Strategies, 2) the differences between
the students’ mathematics learning outcome that have high motivation taught by
using problem based learning strategies and conventional strategies. 3) the
differences between the students’ mathematics learning outcome that have low
motivation taught by using problem based learning strategies and conventional
strategies. 4) the interaction between problem based learning strategies and
motivation on mathematics learning outcome. The result showed that: 1)
students’ mathematics learning outcome taught by using Problem based learning
Strategies is higher than students’ mathematics learning outcome taught by using
conventional Strategies, 2) students’ mathematics learning that have high
motivation taught by using problem based learning is higher than the students’
mathematics learning outcome taught by using conventional strategies. 3)
students mathematics learning outcome that have low motivation taught by using
problem based learning strategies is higher than student mathematics’ learning
outcome taught by using conventional strategies. 4) there is no interaction
between learning Strategies and motivation on mathematics learning outcomes.
Kata kunci: Strategi
pembelajaran berbasis masalah, motivasi belajar, hasil belajar matematika
PENDAHULUAN
Matematika sebagai salah satu kajian ilmu dasar yang memberikan kontribusi
terhadap berbagai disiplin ilmu ikut memberikan andil dalam perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Tujuan pembelajaran matematika di jenjang pendidikan
dasar dan menengah adalah untuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi
perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang,
melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis,
cermat jujur, efisien dan efektif. Oleh karena itu, siswa diharapkan dapat
menggunakan matematika dan berpola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari
dan dalam mempelajari ilmu pengetahuan yang penekanannya pada penataan nalar
dan pembentukan sikap siswa serta keterampilan matematika.
Rusman (2011: 229), menyatakan bahwa guru dituntut dapat memilih
model pembelajaran yang dapat memacu semangat setiap siswa untuk secara aktif
ikut terlibat dalam pengalaman belajarnya. Oleh karena itu, siswa sebagai
generasi mendatang perlu memiliki kemampuan untuk memperoleh, memilih dan
mengelola informasi. Kemampuan ini membutuhkan pemikiran kritis, sistematis, logis
dan kreatif, yang dalam hal ini tidak terlepas dari peran guru sebagai praktisi
pendidikan karna hakikat pembelajaran adalah belajarnya siswa dan bukan mengajarnya
guru.
Seorang guru memegang peranan penting dalam merancang pembelajaran untuk
dapat melaksanakan proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Pupuh (2007:
113) menyatakan bahwa pembelajaran efektif terjadi jika dengan pembelajaran
tersebut siswa menjadi senang dan mudah memahami apa yang dipelajarinya, karena
pembelajaran yang menyenangkan akan menumbuhkan motivasi, minat dan
ketertarikan siswa terhadap materi pembelajaran.
Untuk memenuhi harapan tersebut, banyak faktor yang ikut mempengaruhi, baik
berupa faktor pendukung, maupun faktor penghambat pembelajaran matematika di
sekolah. Salah satu faktor penghambat pembelajaran matematika adalah siswa
kurang diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir dalam memecahkan masalah.
Salah satu penyebab hal ini adalah pembelajaran
matematika masih dianggap sebagai pelajaran yang membosankan bagi siswa. Banyak
siswa yang dapat dengan mudah mempelajari mata pelajaran lain, tetapi kesulitan
dalam memahami konsep-konsep dan tidak tertarik pada pembelajaran matematika,
disamping pembelajaran matematika yang diajarkan secara monoton, desain metode
pembelajaran yang kurang variasi dan hanya berpegang teguh pada diktat-diktat
atau buku-buku paket saja. Akibatnya, hasil belajar matematika di jenjang
pendidikan SMP tidak mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke
tahun.
Jika dalam belajar, guru selalu menuntut siswa belajar tetapi jarang
membimbing mereka bagaimana belajar, guru selalu menuntut siswa untuk
menyelesaikan masalah, tetapi jarang mengajarkan bagaimana siswa seharusnya
menyelesaikan masalah. Kondisi ini menyebabkan siswa menjadi pasif dan tidak
mampu mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki siswa dalam memberikan alternatif
penyelesaian terhadap persoalan yang ada.
Berdasarkan pengalaman penulis di SMP Negeri 1 Kerinci ditemukan bahwa hasil belajar
matematika siswa kelas IX masih rendah, masih dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) yaitu 75. Kenyataan ini dapat dilihat dari nilai rata-rata hasil
belajar matematika pada Ulangan harian semester 2 tahun ajaran 2011/2012
khususnya untuk kelas IX
Tabel 1. Nilai
Rata-rata Ulangan Harian Semester 2 Tahun Ajaran 2011/2012
No
|
kelas
|
Rata2
UH 1
|
Tuntas
|
Belum
|
Rata2 UH 2
|
Tuntas
|
Belum
|
Rata3 UH3
|
Tuntas
|
Belum
|
1
|
IX A
|
74
|
17
|
14
|
77
|
20
|
11
|
78
|
24
|
7
|
2
|
IX B
|
76
|
18
|
16
|
77
|
21
|
13
|
77
|
23
|
11
|
3
|
IX C
|
75
|
20
|
14
|
78
|
22
|
12
|
80
|
25
|
9
|
4
|
IX D
|
73
|
19
|
16
|
75
|
22
|
13
|
79
|
25
|
10
|
5
|
IX E
|
75
|
18
|
17
|
76
|
21
|
14
|
79
|
25
|
10
|
6
|
IX F
|
77
|
17
|
18
|
78
|
21
|
12
|
80
|
22
|
10
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Sumber:
Guru Matematika Kelas IX SMP Negeri 1 Kerinci
Tabel 1 di atas diketahui masih terdapat beberapa siswa yang mendapatkan nilai ulangan
harian matematika di bawah kriteria ketuntasan minimal adalah kelas IX A, dan
IX D yaitu hanya memiliki rata-rata
nilai ulangan harian matematika masing-masing sebesar 74, dan 72. Sedangkan
rata-rata nilai harian 2 dan 3 matematika yang diperoleh kelas IX sudah
memenuhi kriteria minimum kelas sebesar > 75, akan tetapi masih terdapat
siswa yang belum tuntas belajar matematika.
Rendahnya hasil belajar siswa
dipengaruhi oleh banyak faktor. Secara umum ada dua faktor yang mempengaruhi
hasil belajar tesebut yakni faktor eksternal dan faktor internal. Faktor
eksternal antara lain strategi pembelajaran, guru, lingkungan, sarana dan prasarana,
sedangkan faktor internal terdiri dari motivasi, intelegensi, minat dan
sebagainya.
Guru memiliki peran penting dalam proses pembelajaran, karena guru
sebagai salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Untuk itu guru
harus dapat mendesain dan mengorganisir pembelajaran secara baik termasuk
didalamnya melakukan berbagai inovasi terhadap metode dan strategi yang
digunakan.
Motivasi siswa untuk belajar juga penting. Dengan adanya motivasi siswa
untuk belajar, siswa akan mengikuti pelajaran dengan baik dan mengulangi
pelajaran di rumah. Tetapi jika siswa tidak memiliki motivasi yang tinggi, maka
akan menyebabkan siswa akan malas belajar dan besifat pasif.
Berdasarkan hasil pengamatan yang penulis lakukan selama ini di SMP Negari
1 Kerinci, motivasi siswa untuk belajar
matematika masih tergolong rendah. Hal ini terlihat dari aktivitas siswa dalam
belajar diantaranya kurangnya perhatian siswa pada saat proses pembelajaran,
siswa menganggap bahwa materi matematika kurang berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari mereka, sehingga mereka kurang fokus untuk belajar, kurangnya
kepercayaan diri siswa dalam menjawab pertanyaan guru dan sebagian siswa ada
yang kurang puas dengan dengan hasil belajar dan metode yang digunakan guru
dalam proses pembelajaran.
Agar tercapainya tujuan pembelajaran matematika yang efektif,
digunakan beberapa metode dan pendekatan. Dalam hal ini, pendekatan yang
dianggap sesuai dengan perkembangan ilmu matematika adalah Strategi
Pembelajaran Berbasis Masalah. Rusman (2011: 232),
menyatakan bahwa Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan penggunaan
berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap
dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan
kompleksitas yang ada.
Pembelajaran Berbasis Masalah bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar
dan aktifitas siswa, karena melalui Pembelajaran Berbasis Masalah siswa belajar
bagaimana menggunakan sebuah proses interaktif untuk menilai apa yang mereka
ketahui, mengidentifikasi apa yang mereka ingin ketahui, mengumpulkan
informasi-informasi dan secara kolaborasi mengevaluasi hipotesisnya berdasarkan
data yang telah mereka kumpulkan.
Pembelajaran Berbasis Masalah memberikan ruang gerak berpikir yang bebas
kepada siswa untuk mencari berbagai alternatif konsep dan penyelesaian masalah
yang sesuai dengan materi yang diajarkan guru di sekolah. Dengan menggunakan
pembelajaran Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah, siswa tidak hanya sekedar
menerima informasi dari guru saja, siswa terdorong untuk ikut memikirkan materi
matematika dibawah bimbingan guru sebagai motivator dan fasilitator yang
mengarahkan siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam seluruh proses
pembelajaran dengan diawali pada masalah yang berkaitan dengan konsep yang
dipelajarinya. Dengan demikian,
karakteristik Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah didasarkan pada teori
belajar kontruktivisme, dimana pemahaman diperoleh dari interaksi dengan
skenario permasalahan dan lingkungan belajar (Rusman, 2011:231).
Oleh karena itu, perlu ada suatu strategi pembelajaran yang
dapat memberikan kemudahan dan meningkatkan hasil belajar siswa. Untuk mencapai
tujuan sebagaimana dimaksud di atas, perlu dilakukan penelitian yang lebih
mendalam terhadap strategi pembelajaran yang ada sekarang ini, khususnya Strategi
Pembelajaran Berbasis Masalah dalam kaitannya dengan hasil belajar matematika.
Berdasarkan hasil pengamatan penulis mengajar di SMPN 1 Kerinci, ditemukan
beberapa fenomena diantaranya yaitu siswa tidak menunjukkan pengembangan
berpikir kreatif dan kritis dalam pemecahan masalah matematika, siswa lebih
cenderung menerima dan mencatat penjelasan dari guru, ketika guru memberikan
soal, tidak beberapa siswa yang bisa mememecahkan masalah dalam soal. Siswa
kurang fokus mengikuti pelajaran, masih ada siswa yang keluar masuk kelas,
masih ada siswa yang mengobrol dengan teman dan kurangnya motivasi siswa dalam
mengikuti pelajaran matematika
Berdasarkan uraian di atas, penulis
tertarik melakukan
penelitian dengan judul ”Pengaruh Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah dan Motivasi Belajar terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa kelas IX SMP
Negeri
1 Kerinci”. Tujuan penelitian
ini adalah untuk memperoleh informasi yang objektif mengenai: (1) perbedaan
hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah
dengan hasil belajar siswa yang diajar dengan strategi konvensional, (2) perbedaan
hasil belajar matematika siswa yang mempunyai motivasi tinggi diajar dengan
Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah dengan hasil belajar siswa yang mempunyai motivasi
tinggi yang diajarkan dengan strategi konvensional, (3) perbedaan hasil
belajar matematika siswa yang mempunyai motivasi rendah diajar dengan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah dengan hasil belajar siswa yang mempunyai motivasi rendah
diajar dengan strategi konvensional, dan (4) Terdapat interaksi antara Strategi Pembelajaran dan motivasi belajar.
Nana (2002: 22), menyatakan bahwa “Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar yang dicapai siswa setelah
melakukan kegiatan terdiri dari tiga aspek yaitu: (1) aspek kognitif yang
mencakup keterampilan-keterampilan intelektual, informasi dan pengetahuan, (2)
aspek afektif menekankan pada sikap, nilai, perasaan, dan emosi, dan (3) aspek
psikomotor berhubungan dengan keterampilan motorik, manipulasi benda atau
kegiatan yang memerlukan koordinasi syaraf”.
Wina (2008: 214), menyatakan bahwa: stategi pembelajaran berbasis masalah
rangkaian proses pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian
masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari secara ilmiah. Senada dengan
pendapat sebelumnya dikemukakan oleh Menurut Kunandar (2007: 354) strategi
pembelajaran berbasis masalah adalah suatu strategi pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar
tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk
memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pembelajaran.
melalui permasalahan-permasalahan”.
Muhammad (2009: 1),
menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu strategi
pembelajaran yang membantu siswa untuk menemukan masalah dari peristiwa nyata,
mengumpulkan informasi dari strategi yang telah dikumpulkan sendiri untuk
mengambil satu keputusan pemecahan
masalahnya yang kemudian akan dipresentasikan dalam bentuk unjuk kerja.
Karakteristik Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah Menurut Kunandar
(2008: 355) yaitu (1) pengajuan pertanyaan atau masalah, (2) terfokus
pada keterkaitan antar disiplin, (3) penyelidikan autentik, (4)
menghasilkan produk/karya dan memamerkannya”. Pendapat yang serupa dijelaskan
oleh Wina (2008:214) karakteristik Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah yaitu
(1) Merupakan
rangkaian aktivitas pembelajaran, (2) aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan
masalah, (3) pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan
pendekatan berfikir secara ilmiah”.
Menurut Martinis dan Bansu (2008:83) strategi pembelajaran berbasis masalah
memiliki beberapa keunggulan, yaitu: ”(1) mengembangkan pemecahan yang
bermakna dalam rangka memahami materi ajar, (2) memberikan
tantangan pada siswa sehingga merasa puas dari hasil penemuan baru itu, (3) melibatkan
siswa secara aktif dalam belajar, (4) membantu siswa belajar mentransfer
pengetahuan mereka ke dalam persoalan dunia nyata, (5) membantu
siswa mengembangkan pengetahuan baru untuk kepentingan persoalan berikutnya, (6) dapat
mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa dan kemampuan mereka
mengadaptasi situasi pembelajaran baru, (7) membantu siswa mengevaluasi
pemahamannya dan mengidentifikasikan alur berpikirnya”.
Wayan (2007:81) merinci langkah-langkah pelaksanaan Strategi Pembelajaran
Berbasis Masalah dalam pengajaran. Arends mengemukakan ada 5 fase (tahap) yang
perlu dilakukan untuk mengimplementasi Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah
yaitu (1) Mengorientasikan siswa pada
masalah, (2) menemukan masalah (3) merumuskan masalah, (4) Mengorganisasi siswa untuk belajar, (5)
menyusun hipotesis (6) Membimbing penyelidikan individual atau kelompok, (7)
mengumpulkan data (8) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (9) Menganalisa
dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Pupuh (1998:39), ceramah pada dasarnya adalah komunikasi
satu arah atau komunikasi sebagai aksi. Dalam komunikasi ini, guru berperan
sebagai pemberi aksi dan siswa sebagai
aksi. Djamarah (1995: 109), pembelajaran ceramah adalah model pembelajaran yang
boleh dikatakan tradisional atau konvensional, karena sejak dulu
metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan
anak didik dalam proses belajar mengajar.
Hudoyo
(1994: 126), ciri-ciri pembelajaran ceramah adalah guru berbicara terus menerus di depan
kelas, sedangkan para siswa sebagai pendengar. Metode ini merupakan bentuk
belajar-mengajar satu arah, pembicara memberikan ide atau informasi dan
pendengar menerimanya. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran konvensional adalah suatu pendekatan pembelajaran yang tidak
menekankan kepada ketrampilan proses keterlibatan siswa secara penuh, dimana
siswa ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima
informasi secara pasif, dan proses pembelajaran berpusat pada guru.
Agus (2010: 163)
mengemukakan bahwa motivasi adalah
dorongan intgernal dan eksternal pada peserta didik yang sedang belajar untuk
mengadakan perubahan tingkah laku. Motivasi belajar adalah proses yang memberi
semangat belajar, arah dan kegigihan prilaku. Artinya perilaku yang termotivasi
adalah perilaku penuh energi, terarah dan bertahan lama. Sedangkan menurut Sardiman (2008: 75), motivasi
merupakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu,
sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka,
maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu.
Sardiman (2011: 102) menyatakan bahwa ciri-ciri
siswa yang mempunyai motivasi belajar yang tinggi yaitu tekun menghadapi tugas,
ulet menghadapi kesulitan, menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah
lebih senang bekerja sendiri dan cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin
mekanis.
Model ARCS (Attention, Relevance, Confidence,
Satisfaction), dikembangkan oleh Keller dan Kopp (dalam Agus 2010: 166)
sebagai jawaban pertanyaan bagaimana merancang pembelajaran yang dapat
mempengaruhi motivasi berprestasi dan hasil belajar. Model pembelajaran ini
dikembangkan berdasarkan teori nilai harapan (expectancy value theory) yang mengandung dua komponen yaitu nilai (value) dari tujuan yang akan dicapai dan
harapan (expectancy) agar berhasil
mencapai tujuan itu. Dari dua komponen tersebut oleh Keller dikembangkan
menjadi empat komponen. Keempat komponen model pembelajaran itu adalah
attention, relevance, confidence dan satisfaction dengan akronim ARCS.
Dalam proses
belajar dan pembelajaran ke empat kondisi motivasional tersebut sangat peting
dipraktekkan untuk terus dijaga sehingga motivasi siswa terpelihara
selama proses belajar dan pembelajaran berlangsung. (1) Attention (perhatian). Agus (2010: 167) atensi
atau perhatian adalah mengkonsentrasikan dan memfokuskan sumber daya mental.
Perhatian peserta didik muncul didorong rasa ingin tahu. Oleh sebab itu, orang
ingin tahu mendapat stimuli sehingga peserta didik akan memberikan atensi dan
perhatian tersebut terpelihara selama proses mengajar bahkan lebih lama. (2) Relevance (relevansi). Agus (2010: 168) Menunjukan adanya hubungan materi
pembelajaran dengan kebutuhan dan kondisi siswa. Motivasi
peserta didik akan terpelihara apabila
mereka menganggap apa yang mereka pelajari memenuhi kebutuhan pribadi atau
bermanfaat dan sesuai dengan nilai yang dipegang.(3) Condfidence (kepercayaan
diri). Agus (2010: 170)
keyakinan pribadi bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk melakukan suatu tugas
yang menjadi syarat keberhasilan. Merasa diri kompeten atau mampu
merupakan potensi untuk dapat dengan lingkungan. (4) Satisfaction (kepuasaan).
Keberhasilan dalam mencapai suatu tujuan akan menghasilkan
kepuasan, siswa akan termotivasi untuk terus berusaha mencapai tujuan yang
serupa, siswa akan termotivasi untuk terus berusaha mencapai tujuan yang
serupa.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen yang
menggunakan dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas control, yang dilakukan
di SMP N 1 Kerinci pada semester genap tahun pelajaran 2012/2013. Populasi
penelitian ini adalah seluruh kelas IX di SMP N 1 Kerinci tahun pelajaran
2012/2013. Untuk menentukan kelompok sampel dalam penelitian ini menggunakan
jenis sampel Probability Sampling
dengan teknik random kelompok. Pengambilan sampel dilakukan secara random yaitu
satu kelas kontrol dan satu kelas eksperimen dengan cara undian. Pengambilan
kelas sampel di lihat dari rata-rata hasil belajar siswa yang hampir sama.
Kelas sampel dalam penelitian ini adalah kelas IX C sebagai kelas
eksperimen dan kelas IX B sebagai kelas kontrol.
Teknik analisas datan yang
digunakan yiatu (1) membuat deksripsi
data yaitu skor total, rerata atau mean, nilai maksimal, nilai minimal, modus,
median, varians, standar deviasi, kategori tingkat capaian rata-rata responden
masing-masing variabel dan membuat tabel distribusi frekuwensi., (2) melakukan
pengujian persyaratan analisis yaitu uji normalitas dan uji homogenitas dan (3)
melakukan pengujian hipotesis dengan uji t dan uji Anova.
HASIL PENELITIAN
DAN PEMBAHASAN
Hasil Belajar Matematika Siswa yang Diajarkan dengan
Menggunakan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah Lebih Tinggi dari Hasil
Belajar Siswa yang Diajarkan dengan Menggunakan Strategi Konvensional.
Hasil pengujian hipotesis pertama mengungkapkan bahwa hasil belajar
matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan Strategi Pembelajaran
Berbasis Masalah lebih tinggi dari hasil belajar siswa yang diajarkan dengan
menggunakan strategi konvensional.
Penggunaan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah dalam
belajar dapat membantu siswa dalam memahami konsep matematika yang dipelajari,
sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Hal ini membuktikan bahwa dalam
pembelajaran yang inovatif ternyata salah satu strategi pembelajaran lebih
unggul dari pada strategi pembelajaran yang lain dan salah satunya adalah
Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah. Pada Strategi Pembelajaran Berbasis
Masalah ini pembelajaran difokuskan pada siswa dan perbedaaanya dengan strategi
pembelajaran konvensional adalah hanya pada penyajian kepada siswa.
Pada Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah, siswa
dilibatkan secara fisik dan psikis serta mendapatkan tantangan untuk memecahkan
masalah yang dihadapinya. Siswa belum merasa puas sebelum masalah yang
dihadapinya terpecahkan. Siswa akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan baik
kepada teman maupun kepada guru apabila ada masalah yang belum jelas.
Pada dasarnya perbedaan yang timbul diantara strategi
pembelajaran yang dieksperimenkan juga dipengaruhi oleh karakteristik
matematika adalah adanya objek yang bersifat abstrak. Sifat abstrak ini
menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam matematika. Selain itu,
belajar matematika siswa belum bermakna, sehingga pengertian siswa tentang
konsep sangat lemah.
Wayan (2007:76) menyatakan bahwa
pembelajaran berbasis masalah adalah suatu strategi pembelajaran yang
melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode
ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan berhubungan dengan masalah
tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah. Strategi
Pembelajaran Berbasis Masalah dikembangkan untuk membantu siswa dalam
mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan analitis serta memecahkan masalah
yang kompleks dalam kehidupan nyata sehingga akan memunculkan “budaya berpikir”
pada diri siswa. Salah satu alternatif untuk meningkatkan kemampuan berfikir
siswa adalah dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat memacu proses
berpikir siswa.
Berbeda dengan strategi pembelajaran konvensional menempatkan siswa yang
berperan sebagai penerima informasi secara pasif. Pada umumnya penyampaian
materi menggunakan strategi ceramah, tanya jawab dan penugasan. Guru selalu
mendominasi kegiatan pembelajaran, sedangkan siswa lebih banyak menerima dari
gurunya.
Hasil Belajar Matematika Siswa yang Memiliki Motivasi
Tinggi yang Diajarkan dengan Menggunakan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah
Lebih Tinggi dari pada Hasil Belajar Siswa yang Memiliki Motivasi Belajar
tinggi yang Diajar dengan Menggunakan Strategi Konvensional
Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa hasil
belajar matematika siswa yang memiliki motivasi tinggi yang diajarkan dengan
menggunakan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah lebih tinggi dari pada hasil
belajar siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi yang diajar dengan
menggunakan strategi konvensional.
Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah merangsang siswa
untuk berpikir secara kritis dan analisis, dengan strategi pembelajaran ini
lebih hidup dan siswa termotivasi untuk berpikir dan bekerja lebih giat agar
dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Pada pembelajaran Strategi
Pembelajaran Berbasis Masalah akan terlihat siswa dengan motivasi tinggi akan
lebih giat belajar dibandingkan dengan siswa yang motivasi belajar rendah.
Dengan demikian siswa yang mempunyai motivasi tinggi akan memperoleh hasil
belajar yang lebih baik. Siswa yang memiliki motivasi belajar rendah memperoleh
hasil belajar yang lebih baik setelah belajar dengan menggunakan Strategi Pembelajaran
Berbasis Masalah.
Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah dapat menumbuhkan
keinginan yang lebih besar untuk siswa dalam memahami materi pelajaran yang
diberikan, karena Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah melibatkan siswa aktif
baik secara individu maupun kelompok. Siswa diharapkan dapat mengemukakan
ide-ide baru untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
Dengan demikian motivasi yang dimiliki siswa akan
ditandai dengan adanya rasa senang dan akan menggunakan apa yang ada padanya
untuk melakukan atau melibatkan diri dalam kegiatan yang berkaitan dengan hal
tersebut. Bila motivasi tinggi kegiatan belajar cenderung meningkat, dalam arti
siswa akan aktif dan sungguh-sungguh belajar untuk mencapai tujuan sebab tujuan
merupakan kebutuhan baginya.
Pada strategi pembelajaran konvensional siswa yang memiliki
motivasi tinggi kesempatan mencari, menemukan dan memahami konsep-konsep
matematika, memecahkan masalah sendiri dan berkolaborasi dengan temannya sangat
terbatas, karena didominasi oleh gurunya. Sementara yang memiliki motivasi
rendah akan cenderung pasif, karena untuk menjawab latihan soal cenderung
dengan cara mengingat, menghafal dan melihat buku catatan yang dipelajari
gurunya.
Siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi adalah memiliki
tingkat tanggung jawab pribadi yang tinggi, berani mengambil dan memilih
resiko, memilih tujuan relialistik, memiliki rencana belajar yang menyeluruh
dan bertujuan untuk merealisasi tujuan belajar, memanfaatkan umpan balik yang
konkret dalam semua kegiatan yang dilakukan dalam belajar, dan mencari
kesempatan untuk merealisasikan rencana belajar yang telah diprogramkan.
Raymond
(2004) menjelaskan bahwa siswa yang mempunyai
motivasi belajar tinggi memiliki ciri-ciri, seperti mempunyai inisiatif, tekun
dan melihat hal-hal yang harus dikerjakan dan mengambil tindakan yang perlu,
memperagakan ketidakpuasan yang konstruktif, dan selalu tepat waktu serta
merasa puas jika telah melakukan belajar dengan baik. inisiatif siswa ini
terlihat dari upaya memacu diri sendiri, mempunyai kemauan yang keras untuk
belajar dengan atau tanpa pengawasan. Tekun akan terlihat dari belajar secara
aktif pada suatu tugas sampai selesai dengan baik, dapat menyelesaikan tugas
belajar walaupun mendapatkan rintangan.
Hasil
Belajar Matematika Siswa yang Memiliki Motivasi Rendah yang Diajarkan Dengan
Menggunakan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah Lebih Tinggi dari Pada Hasil
Belajar Siswa Yang Memliki Motivasi Belajar Rendah yang Diajar Menggunakan
strategi Konvensional.
Hasil
pengujian hipotesis ketiga menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa
yang memiliki motivasi rendah yang diajarkan dengan menggunakan Strategi
Pembelajaran Berbasis Masalah lebih
tinggi dari pada hasil belajar siswa yang memliki motivasi belajar rendah yang
diajar menggunakan strategi konvensional.
Siswa
yang memiliki motivasi belajar rendah memperoleh hasil belajar yang tinggi dengan
menggunakan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah dalam belajar kelompok
dibandingkan menggunakan metode
konvensional. Dimana siswa yang memiliki motivasi rendah dapat terbantu melalui
hubungan yang saling membutuhkan antara siswa yang satu dengan siswa yang lain
inilah disebut dengan saling ketergantungan yang positif. Dalam Strategi
Pembelajaran Berbasis Masalah, setiap siswa perlu kerja sama dalam mencapai
tujuan, saling ketergantungan antara siswa yang memiliki motivasi rendah
melalui kerjasama kelompok atau diskusi dalam mencapai tujuan, menyelesaikan
tugas, bahan atau sumber belajar.
Di
dalam proses belajar siswa yang bermotivasi secara intrinsik dapat dilihat dari
kegiatannya yang tekun dalam mengerjakan tugas-tugas belajar karena merasa
butuh dan ingin mencapai tujuan belajar yang sebenarnya. Tujuan belajar yang
sebenarnya adalah untuk menguasai apa yang sedang dipelajari, bukan karena
ingin mendapat pujian dari guru. Siswa yang memiliki motivasi menunjukkan
keterlibatan dan aktifitas yang tinggi dalam belajar. Siswa seperti ini baru
mencapai kepuasan kalau ia dapat memecahkan masalah pelajaran dengan benar atau
mengerjakan tugas dengan baik. Mempelajari atau mengerjakan tugas-tugas dalam
belajar membentuk tantangan baginya dan terpaut tanpa terpaksa terhadap
tugas-tugas belajar tersebut.
Interaksi
Antara Strategi
Pembelajaran Berbasis Masalah dan Motivasi Belajar terhadap Hasil Belajar
Matematika
Uji anava yang dilakukan pada hipotesis keempat mengenai
interaksi strategi pembelajaran berbasis masalah dengan motivasi belajar
ditemukan Fhitung< Ftabel. Ini berarti tidak terdapat
interaksi antara strategi pembelajaran
berbasis masalah dengan motivasi belajar terhadap hasil belajar. Siswa dengan
motivasi tinggi diajar dengan menggunakan strategi pembelajaran berbasis
masalah dapat meningkat hasil belajar, begitu juga dengan siswa yang
bermotivasi rendah. Hal ini menunjukkan bahwa
strategi pembelajaran berbasis masalah cukup efektif dalam meningkatkan
hasil belajar siswa. Penggunaan strategi pembelajaran berbasis masalah dalam
pembelajaran matematika berpengaruh secara sitematika terhadap hasil belajar
siswa pada level motivasi apapun baik motivasi tinggi maupun motivasi rendah.
Strategi pembelajaran berbasis masalah yang dilakukan memberikan kemudahan bagi
siswa dalam memahami konsep-konsep matematika.
Terjadinya peningkatan hasil belajar dapat dilihat dari
peroleh nilai rata-rata antara tingkat motivasi belajar (tinggi dan rendah)
yang diajarkan dengan strategi pembelajaran berbasis masalah dan strategi
pembelajaran konvensional dan apabila ditarik garis lurus dari motivasi rendah
ke motivasi tingggi akan membentuk garis ordinal yang tidak berpotongan.
Gambar
1. Diagram
interaksi Ordinal Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah dan Motivasi Belajar terhadap
Hasil Belajar
Gambar
1 di atas menunjukkan bahwa nilai rata-rata hasil belajar yang
diajar dengan SPBM dari kelompok motivasi rendah dan motivasi tinggi sebesar 72,71 dan
89,94 ditarik garis lurus diantara keduanya. Sedangkan nilai
rata-rata hasil belajar yang diajarkan dengan strategi konvensional dari
kelompok motivasi rendah dan motivasi tinggi sebesar 58,59 dan 78,94
diantara keduanya ditarik lurus, maka grafik interaksi yang terjadi merupakan
interaksi ordinal, karena kedua garis tidak berpotongan yang yang berarti tidak
terdapat interaksi antara model pembelajaran dan motivasi belajar terhadap
hasil belajar.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan dengan menerapkan Strategi
Pembelajaran Berbasis Masalah dan motivasi siswa diperoleh kesimpulan sebagai berikut
1.
Hasil
belajar matematika siswa yang menggunakan Strategi
Pembelajaran Berbasis Masalah lebih tinggi dari pada hasil belajar siswa yang diajar
dengan strategi pembelajaran konvensional.
2.
Hasil
belajar matematika siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi yang diajar
dengan menggunakan Strategi Pembelajaran
Berbasis Masalah
lebih tinggi dari hasil belajar matematika siswa yang memiliki motivasi tinggi
yang diajar dengan strategi pembelajaran konvensional.
3.
Hasil
belajar matematika siswa yang memiliki motivasi belajar rendah yang diajar
dengan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah lebih tinggi hasil
belajar matematika siswa yang memiliki moticvasi rendah yang diajar dengan
strategi pembelajaran konvensional.
4.
Tidak
terdapat interaksi antara Strategi Pembelajaran
Berbasis Masalah
dan motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran
matematika, artinya Strategi Pembelajaran
Berbasis Masalah
diterima untuk semua kalangan siswa, baik dengan motivasi belajar tinggi maupun
motivasi belajar rendah.
Berdasarkan hasil pengujian
hipotesis dapat disimpulkan bahwa penerapan Strategi
Pembelajaran Berbasis Masalah lebih efektif untuk meningkatkan hasil belajar matematika
siswa.
Saran
Berdasarkan kesimpulan
dan implikasi yang ditemukan pada penelitian ini, disarankan sebagai berikut:
1.
Secara
praktis diharapkan dapat memberikan manfaat
a.
Kepada
guru sekolah SMP Negeri 1 Kerinci untuk menerapkan Strategi
Pembelajaran Berbasis Masalah sebagai salah satu strategi pembelajaran matematika di sekolah. Agar strategi tersebut dapat dilakukan dengan
hasil maksimal, guru secara bersama-sama perlu berlatih dan menerapkan model
ini dalam kegiatan MGMP di
tingkat kota/kabupaten.
b.
Setiap
guru yang ingin menjadikan Strategi Pembelajaran
Berbasis Masalah
sebagai salah satu alternatif strategi pembelajaran, diharapkan agar merancang
materi pembelajaran yang disusun berdasarkan langkah-langkah Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah yang dapat dilaksanakan
bersama-sama dengan guru yang tergabung dalam kegiatan MGMP, agar diperoleh
hasil belajar yang lebih baik.
c.
Kepada
kepala sekolah disarankan agar hasil penelitian ini dijadikan rujukan dalam
mengembangkan strategi pembelajaran di sekolah yang sesuai dengan tahap
perkembangan kognitif siswa.
2.
Secara
teoritis, diharapkan dapat memberikan manfaat kepada peneliti selanjutnya agar
dapat menggunakan populasi dan sampel yang lebih besar, sehingga didapat data
yang lebih baik dan akurat mengenai Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah. Selain itu juga diharapkan
dapat melakukan penelitian dengan melibatkan kajian yang lebih luar dan dalam.
Catatan:
Artikel ini ditulis dari tesis penulis di Pascasarjana
Universitas Negeri Padang dengan Tim Promotor
Dr. Jasrial, M.Pd, Dr. Ridwan, M.Sc, Ed, Prof.
Dr. H. Nurtain, Dr. Darmansyah, M.Pd., dan Prof. Dr. H. Mukhaiyar
DAFTAR
RUJUKAN
Agus Suprijono. 2010. Cooperative
Learning, Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta:Pustaka Belajar
Hudoyo, dkk 1994. Strategi
Belajar Mengajar Matematika Kontenporer. Malang: Jurusan Matematika FMIPA
UNM
I Wayan Dasna, dan
Sutrisno. 2007.
Pembelajaran Berbasis Masalah
(Problem-Based Learning.
(http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/19/pembelajaran-berbasis-masalah/ diakses tanggal
25/09/2012.
Kunandar. 2007. Guru
Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses
dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Martinis Yamin,
dan Bansu I. Ansari. 2008. Taktik
Mengembangkan Kemampuan Individual siswa. Jakarta: Gaung Persada Press
Made Wena. 2009. Strategi
Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu tinjauan Konseptual Organisasi.
Jakarta :PT Bumi Aksara
Nana Sudjana. 2002. Penilaian
Proses Hasil Belajar. Bandung: PT Remaja: Rosda Karya.
Pupuh Fathurrohman, Sobry Sutikno. 2007. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: PT
Refika Aditama
Raymond. 2004.
Motivasi Belajar. Jakarta: Cerdas Pustaka
Rusman. 2011. Model-Model
Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Sardiman, A.M. 2008. Interaksi
dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Suharsimi Arikunto. 1998. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Waras Kamdi dkk. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Malang: UMPRESS.
Wina Sanjaya. 2008. Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group
0 komentar:
Posting Komentar